Minggu, 12 Desember 2010

Sejarah....Seberapa Penting Sih?, Sebuah Catatan dari Kopi Darat Blogger Peduli Sejarah

Kesan tak terawat langsung tertancap di batok memoriku ini ketika saya tiba di depan  Museum kota Makassar, Senin 18 Agusutus 2008. Gedung itu catnya telah tua dan di beberapa sudut bangunannya terdapat kerusakan.  Belum ada keramaian Blogger disana, hanya tampak seorang wanita berjilbab, “Mungkin ia juga peserta” kataku dalam hati .  Kuambil Handpone di kantong celanaku.  Jam Handphone menunjukkan pukul 8:16 Wita. “pantas belum ada orang” aku membatin.

Di halaman  depan Museum kota itu, tepatnya pukul 8:30, seharusnya semua Blogger yang ikut dalam acara kumpul Blogger yang diadakan Komunitas Blogger Makassar Angingmammiri.org  sudah terkumpul. Tapi sampai waktu yang telah ditentukan, para Blogger belum seluruhnya terkumpul.  “Ini Indonesia bung” pikirku, dimana selain korupsi, sogok menyogok dan uang pelicin, kebiasaan tidak tepat waktu alias “jam karet” telah membudaya di negeri yang baru saja merayakan kemerdekaannya ini.  Anehnya aku tetap saja menggeber motorku  dengan kecepatan tinggi ketika aku berangkat menuju Museum kota itu karena takut terlambat. Budaya “jam karet” memantik memoriku mengingat perkataan Syaikh Muhammad Abduh, seorang ulama modernis diawal abad 20.  Beliau berujar “di barat kutemukan islam walaupun tidak ada muslim disana, di timur (negeri islam) tidak kutemukan islam walaupun disana banyak muslim”.  Pernyataan Syaikh Muhammad Abduh itu tidak sepenuhnya benar, tapi untuk urusan disiplin waktu, antri, kasih sayang terhadap binatang kita masih kalah sama orang-orang di barat sana.  Padahal islam adalah agama universal yang juga mengajarkan hal-hal tersebut.

Pukul 9:30 teman-teman Blogger semua telah terkumpul.  Panitia mengucapkan banyak terima kasih kepada kami karena tidak menyangka jumlah peserta yang lebih banyak dibanding acara sebelumnya.  Kami kemudian dibagi menjadi 6 kelompok, masing-masing kelompok diberi secarik kertas berisi pertanyaan mengenai tempat-tempat bersejarah yang akan kami  kunjungi dan panitia telah menyiapkan hadiah kepada kelompok yang paling banyak menjawab pertanyaan dengan benar.

Kopi darat yang bertema “Blogger peduli sejarah itu” rencananya akan mengungjungi tempat-tempat bersejarah di Kota Makassar dan Kabupaten Gowa.  Dimulai dari Museum kota Makassar, terus ke Museum Karaeng Pattingalloang. dan Benteng Somba Opu Kabupaten Gowa serta berakhir di Benteng Fort Rotterdam.

Setelah pembagian kelompok di halaman depan, kami mulai memasuki Museum kota itu dan kesan tak terawat masih terus menancap di batok memoriku ini.  Pak Suhardi sang pemandu  membawa kami  memasuki ruangan yang berisi sisa peninggalan perang melawan Belanda di tahun 1600-an, salah satunya yaitu bola meriam sisa hasil peperangan.  Selain itu terdapat pula foto kota Makassar tempo dulu.  Disana juga terpampang lukisan Syaikh Yusuf al Makassari, salah satu penyebar Islam disulawesi selatan, selain Datuk Ribandang, Datuk Ditiro, Datuk Patimang, Sayyid Jamaluddin al Akbar dan Imam Lapeo.  Mengapa lukisan Syaikh Yusuf ada disini, padahal ruangan ini bertema perang melawan belanda dan sejarah kota Makassar” tanyaku dalam hati.  Untuk sementara kupendam dulu tanyaku.  kudengarkan penjelasan Pak Suhardi , ia tampak begitu bersemangat.  Barang peninggalan sejarah diruangan itu semuanya telah dijelaskan oleh Pak Suhardi kecuali lukisan syaikh Yusuf.  Ketika mendekati lukisan itu, pak Suhardi berujar “maaf semestinya lukisan ini berada di ruangan yang lain, tapi karena ruangannya rusak, ia dipindahkan disini.  Sebenarnya aku ingin menanyakan mengenai Syaikh Yusuf, dimanakah makam beliau sebenarnya?. Makam beliau terdapat di dua tempat yaitu, di Capetown Afrika Selatan dan di Ko`bang Kabupaten Gowa.  Menurut sebagian orang di daerah ini bahwa orang-orang Gowa berangkat ke Capetown mengambil jenazah Syaikh Yusuf. Tapi kupikir diakhir acara saja.

Pak Suhardi membawa kami keruang tengah, disana terdapat berbagai foto peristiwa seperti foto penyambutan PSM Makassar setelah menjuarai musim kompetisi 59/60, foto kepulangan tentara jepang dan yang lainnya.  Dilantai dasar Museum kota itu juga terdapat ruangan PDAM dan TVRI memorial yang berisi peralatan  awal yang dgunakan oleh  kedua instansi pemerintah tersebut.  Menurut Pak Suhardi sebenarnya barang peninggalan PDAM dan TVRI itu belum layak dimuseumkan, karena barang tersebut masih berumur 30 tahun sedangkan syarat barang itu dimuseumkan minimal 50 tahun.

Kami beranjak menuju lantai dua Museum itu, disana terdapat ruangan kerja dewan kota. Di dalam ruangan itu terdapat empat meja panjang yang membentuk formasi segiempat, di salah satu meja panjang itu berjejer 6 buah kursi yang berdiri dengan kokohnya, setelah itu kami pun turun. Pak Suhardi membawa kami ke dua buah ruangan yang cat temboknya sudah terlepas dan atapnya sudah rusak.  Benda di dua ruangan yang rusak itu dipindahkan keruangan lain sehingga ruangan di Museum itu tidak sesuai dengan tema yang kulihat pada brosur yang dibagikan oleh salah satu pegawai di Museum Kota itu.  Sebelumnya saya sempat ke halaman belakang, sama halnya dengan halaman depan beberapa bagian dari bangunan Museum itu tampak rusak, begitupun yang kutemukan dilantai dua. Ruangan yang rusak di lantai dasar itu merupakan akhir perjalanan kami menyusuri museum kota.  Kami kembali kehalaman depan, selanjutnya panitia memberikan kami games.

Menjelang pukul 11.00 Wita, kami menuju lokasi selanjutnya yaitu Museum Karaeng Pattingalloang dan Benteng Somba Opu.  Nama Karaeng Pattingalloang sendiri adalah nama sosok yang baru kudengar.  Dalam sejarah Sulawesi Selatan, saya hanya merekam nama-nama semisal Sultan Hasanuddin, Arung Palakka, Syaikh Yusuf.  Begitupun ketika aku duduk di bangku sekolah, nama Karaeng Pattingalloang seingatku tidak pernah kudengar dari mulut guru-guruku.

Kami tiba di lokasi pukul 11.30 Wita, karena sudah dekat waktu Dhuhur kami memutuskan untuk istirahat dan shalat.  Sehabis istirahat kamipun memasuki Museum Karaeng Pattingalloang yang berada di kompleks Benteng Somba Opu, sayangnya tanpa disertai pemandu, karena salah satu keluarga pemandu meninggal dunia.  Tanpa pemandu kami tidak banyak memperoleh informasi sejarah dilokasi ini.  Mengenai Karaeng Pattingalloang sendiri, saya hanya mengetahui bahwa beliau adalah Raja kerajaan Tallo yang sangat yang sangat fasih dalam bahasa asing, itu saja.  Hal itu kuketahui setelah membaca sekilas tentang beliau di Museum ini. Ketidakhadiran sang pemandu membuatku agak kurang bersemangat mengambil gambar di dalam museum itu.  Museum yang bercat hijau yang dindingnya terbuat dari kayu itu di dalamnya terdapat koleksi batu bata, pakaian adat, lukisan dan yang lainnya.  Setelah dari Museum Karaeng Pattingalloang, kami bergerak menuju Benteng Somba Opu.

Sebagai seorang blogger, narsis itu perlu” ujar salah seorang teman ketika ketika teman yang lain asyik berfoto ria setibanya di benteng itu. Selanjutnya kami menuju sebuah makam yang masih di area Benteng Somba Opu, entah makam siapa, sekali lagi ketidakhadiran sang pemandu membuatku enggan bertanya kepada bapak tua yang mungkin ia penjaga atau juru kunci makam tersebut.  Kami hanya mengambil gambar Benteng itu dari berbagai sudut, tanpa informasi apa-apa.  Selanjutnya panitia memberikan kami games, setelah itu kami meninggalkan Benteng yang didirikan pada awal abad ke-16 itu menuju  Benteng Fort Rotterdam.

Pukul 2.30 kami tiba di Benteng Fort Rotterdam, pemandu membawa kami ke sebuah ruangan di dominasi koleksi keramik berbagai dinasti China dan juga keramik dari Vietnam. Sang pemandu memberikan penjelasan begitu singkat sehingga kami berpindah dengan cepat dari satu ruangan keruangan lainnya.  “Pak Suhardi, pemandu di Museum kota lebih baik, ia memberikan penjelasan dengan detail mengenai benda atau objek sejarah dan ia begitu bersemangat” aku membatin.  Kami beralih ke Museum Lagaligo, ternyata di museum ini terdiri banyak ruangan semisal ruangan warisan budaya kerajaan Luwu, Bone, Gowa dan ruangan-runan lainnya, diruang lainnya terdapat miniatur perahu pinisi, baju perang Mamasa dan masih banyak lagi.  “mungkin ini yang membuat pemandu memberikan penjelasan yang singkat,butuh waktu yang lama jika ingin dijelaskan secara mendetail”, pikirku.

Diantara ruangan di museum Lagaligo itu, yang membuatku tercengang sekaligus bahagia yaitu ruangan yang di dalamnya terdapat foto-foto ulama besar di Sulawesi Selatan semisal K.H Muhammad Thahir atau yang lebih dikenal dengan sebutan imam Lapeo.  Imam Lapeo adalah ulama kharismatik  di tanah mandar, beliau adalah seorang waliullah yang harus berhadapan dengan penganut ilmu hitam yang banyak di daerah itu diawal dakwahnya.  Terdapat pula foto K.H. Muhammad A`sad pendiri pesantren A`saddiyah di Sengkang dan beberapa ulama lainnya.  “Muhtar Lutfhi ternyata seorang ulama” aku membatin ketika retinaku ini membaca keterangan dibawah foto beliau.  Nama beliau diabadikan sebagai nama jalan disalah satu sudut kota makassar, tanpa embel-embel gelar KH. Jadi awalnya kukira beliau seorang pahlawan.  Teman Blogger mulai meninggalkan ruangan itu.  Aku terus memuaskan hasratku memandang wajah-wajah ulama di ruangan itu, aku memotret mereka satu per satu, tanpa terasa tinggal aku sendirian di ruangan itu.

Ruangan itu merupakan ruangan terakhir yang kami kunjungi, tidak jauh dari ruang tahanan pangeran diponegoro kami semua berkumpul, setelah foto bareng , panitia meminta kami mengumpulkan secarik kertas yang dibagikan kepada masing-masing kelompok diawal acara tadi, panitia mengumumkan kelompok yang menjadi pemenangnya, ternyata bukan kelompokku, tapi tak apalah, bagiku kegiatan ini sudah cukup menghibur.

Di depan Benteng Fort Rotterdam, kami semua berpisah, sebelumnya panitia memberikan ucapan terima kasih atas keikutrsertaan kami dalam acara ini.  Maka berakhirlah kopi darat Blogger makassar yang bertemakan Blogger Peduli Sejarah ini.

“Sejarah, seberapa penting sih di untuk penduduk negeri ini, aku membatin”.  Sebagaimana yang pernah diutarakan oleh Thomas C.O Guinn, bahwa masyarakat abad 21 segalanya mengenai selebriti.  Selebriti memang sosok nomor wahid di negeri ini, berita-berita tentang selebriti tiap hari berseliweran di statiun TV. Model rambut, model pakaian menjadi ikutan anak-anak muda di negeri ini. Kita-kita ini memang lebih banyak tahu mengenai kehidupan pribadi artis dibanding informasi-informasi  mengenai kemiskinan, kemelaratan negeri ini.  Apalagi soal sejarah, sejarah seberapa penting sih di negeri?.

Sebenarnya kontroversi mengenai lokasi makam Syaikh Yusuf, mengenai masih hidup atau meninggalnya Kahar Muzakkar maupun kisah Arung Palakka yang bersama penjajah Belanda  melawan Sultan Hasanuddin, apakah ia penghianat atau pahlawan sebagaimana yang ia telah terima tidak lama ini dapat memantik keingingan kita untuk lebih banyak belajar mengenai sejarah dan mudah-mudahan itu akan bermuara kepada kepedulian kita kepada sejarah itu sendiri.  Tapi kilauan pesona dunia selebriti yang didakwahkan oleh berbagai media, membuat kita ogah untuk mengenal kantong-kangtong kemiskinan di negeri ini, apalagi soal sejarah.

Terlepas dari itu semua, kegiatan kopi darat yang digagas Komunitas Blogger Angingmammiri.org  yang bertemakan “Blogger peduli sejarah” itu, merupakan serpihan kenangan indah yang tidak akan pernah kulupakan dan akan kusimpan di dalam laci rindu kehidupanku. Kerinduan akan kopi darat selanjutnya telah menyusup bahkan ketika kenangan indah Kopi Darat ini belum jua sirna.  Kutunggu kopi darat selanjutnya.

Makassar 28 Agustus 2008

Tidak ada komentar:

Posting Komentar