Sabtu, 06 Desember 2014

Jangan Serahkan Kepemimpinan Kita Kepada Orang-orang Non-Muslim!


 Kemajuan negara dan kemakmuran rakyat memang tidak ditentukan oleh faktor agama pemimpinnya. Negara akan tetap maju dan rakyat akan tetap makmur bila pemimpinnya adil meskipun pemimpin tersebut bukan seorang Muslim. Begitu pula, negara akan hancur dan rakyat akan sengsara jika pemimpinnya zalim, meskipun dia seorang Muslim. Raja Najasyi, raja Abbesinia yang akhirnya memeluk Islam pada masa Rasulullah , menyatakan:

المُلْكُ يَبْقَى مَعَ الكُفْرِ وَلاَ يَبْقَى مَعَ الظُّلْمِ
Negara bisa berjalan bersama dengan kekafiran, tapi tidak bisa berjalan bersama dengan kezaliman. 

 
Meskipun demikian, Islam tetap melarang umatnya mengangkat pemimpin dari kalangan non Muslim. Sebab, ajaran Islam tidak hanya berbicara mengenai kemakmuran dan kesejahteraan. Ada yang lebih inti dari kemakmuran dan kesejahteraan, yaitu tegaknya kebenaran dan tercapainya keselamatan akhirat. 

Adanya pemimpin dari kalangan non Muslim sangat mengganggu bagi misi penegakan kebenaran. Sebab, agama dan pandangan hidup seorang pemimpin sangat mudah menjalar kepada rakyatnya. Ketika Dinasti Umayah berkuasa di ujung Abad Pertama Hijriah dengan beranekaragam kecenderungan penguasanya, di Arab lahir sebuah pepatah yang sangat masyhur:

النَّاسُ عَلَى دِيْنِ مُلُوْكِهِمْ
Masyarakat sangat bergantung kepada agama (kecenderungan) para penguasanya.
 
Itulah salah satu alasan utama, kenapa hampir semua ulama dari berbagai mazhab sepakat bahwa umat Islam dilarang mengangkat (memilih) pemimpin dari kalangan non Muslim. Landasan dasar para ulama tersebut rata-rata merujuk kepada QS Ali Imran ayat 28 tentang larangan Allah menjadikan orang-orang kafir sebagai auliyâ’ (pemimpin, kekasih, orang dekat dan semacamnya).

Syekh Syatha al-Bakri ad-Dimyathi (ulama mazhab Syafii) menyatakan, “Sultan (penguasa) disyaratkan harus Muslim. Sedangkan orang kafir tidak sah menjadi penguasa, dan tidak sah kepemimpinannya.” (lihat I‘ânatuth-Thâlibîn: IV/246)

Imam Ibnu Jamaah, salah satu pemuka mazhab Syafii, menyatakan, “Tidak diperbolehkan mengangkat seorang dzimmi (non Muslim) untuk menjadi pejabat yang mengurus kaum Muslimin, kecuali sebagai petugas pengumpul pajak dari sesama kafir dzimmi atau pengumpul pajak dari perdagangan yang dilakukan oleh non Muslim.” (Tahrîrul-Ahkâm: 147).
 

Imam Ibnu al-Arabi, pemuka ulama mazhab Maliki, menyatakan bahwa Sayidina Umar bin al-Khatthab melarang Abu Musa al-Asy’ari mengangkat pejabat dari kafir dzimmi. Umar memerintahkan agar Abu Musa memecat pejabat yang dia angkat dari kalangan kafir dzimmi di Yaman. Hal senada dinyatakan oleh Abu Bakar al-Jasshash, pakar fikih dan usul fikih mazhab Hanafi. Beliau menyatakan, bahwa tidak ada wilâyah (kekuasaan) bagi orang kafir untuk orang Islam. (Rawâ’i‘ul-Bayân: I/403).

Syekh asy-Syanqithi (ulama mazhab Hanbali) menyatakan, “Hadis-hadis yang diriwayatkan dari Rasulullah menunjukkan bahwa beliau tidak pernah menyerahkan satu urusan kaum Muslimin kepada orang kafir, sama sekali. Beliau mematuhi ajaran Allah untuk menjaga kaum Muslimin dari penguasaan orang kafir. (Syarh Zâdul-Mustaqni‘: III/268).

Intinya, ajaran Islam sangat tegas melarang pemeluknya untuk memilih pemimpin dari kalangan non Muslim. Sayangnya, kita kalah opini, sehingga dalam kasus Pilgub DKI Jakarta misalnya, tokoh-tokoh Muslim justru ‘mengutuk’ orang Islam yang bersuara lantang untuk tidak memilih pemimpin dari kalangan non Muslim. Mereka menganggap hal tersebut sebagai fanatisme golongan. Padahal, semua fanatisme itu tercela, kecuali fanatisme kita terhadap kebenaran. Dan, kebenaran tertinggi itu ada pada agama!
 


Dikutip dari Topik Utama Buletin SIDOGIRI, Edisi 95, Dzul Qa'dah 1435 H


Sumber :  Buletin Sidogiri

Sabtu, 05 April 2014

Nasehat untuk Istri

Wanita sebagai istri, memiliki pintu di rumahnya. Pintu itu bisa mengantarkan dia ke surga atau melemparkannya menuju ke neraka. Pintu itu hanya satu, SUAMI. Istri yang taat kepada suaminya, kelak memiliki kedudukan seperti lelaki yang mati syahid dalam peperangan di jalan Allah.

Setiap istri melayani suaminya, maka perbuatannya akan meninggikan derajatnya di sisi Allah.  Amal ibadah yang paling utama bagi seorang istri adalah melayani suami dan anak2nya.  Lebih utama dari ibadah sunnah apa pun.  Sebab itu merugi sekali wanita yang sibuk dengan zikir, tetapi suaminya terlantar tak dipikir.
 

Sibuk dengan al-Quran tapi suaminya tak pernah disediakan makan.
Sibuk dengan majelis maulud, tapi dengan suaminya selalu perang mulut.
Mendebat, bicara kasar, menyakitinya, memandangnya dengan pandangan rendah, meninggikan suara .....
Laa haula wa laa quwwata illa billaaaah
 

Wahai para istri .....
Tiada guna shalatmu
Tiada guna majelis yang kau hadiri
Tiada guna puasamu
Tiada guna zikirmu
Tiada guna hajimu
Tiada guna bacaan al-Quranmu
Tiada guna sedekahmu
Sebelum kau meminta maaf kepada suamimu
 

Jangan sakiti dia.  Walaupun terkadang dia memiliki kelemahan di sana-sini. Nabi telah menjelaskan, wanita yang menjadikan wajah suaminya berubah, maka tak akan diterima shalatnya walau sejengkal.
 

Dalam riwayat, wanita yang tak mau melayani suaminya di malam hari, dilaknat malaikat hingga pagi hari.  Selagi ada kesempatan, rubahlah sikap menjadi baik.  Selagi ada kesempatan minta maaf
 

Jadilah istri yang baik.  Tak perlu banyak ibadah selain itu.  Jika memang yg kau tuju surga.  Itulah jalannya
 

Carilah ridha suamimu.  Semoga Allah menyelamatkan kita semua dari perbuatan yang bisa mendatangkan murka-Nya. Baik yang kita sadari atau tidak kita sadari.





By Habib Husin Nabil

Selasa, 18 Februari 2014

Bacaan untuk Ibu Hamil

Kepada anda yang mendapatkan kabar gembira karena istri sedang hamil. Ini kami ijazahkan doa kepada anda.

Dibaca oleh suami.

1. الفَاتحة الى حضرة النبي المصطفى محمد صلى الله عليه وسلم وعلى اله واصحابه والتابعين وتابع التابعين لهم باحسان الى يوم الدين والى من اجازني هذه الورد الفاتحة ............
2. الفاتحة الي هذا الحمل الفاتحة ............
3. صلوات × 100
4. رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَذَا بَاطِلا سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارْ × 3 (بلا تنفس)

يقرأ كل ليلة الجمعة عند زوجة الحاملة ويوضع مصبحت الزوج (القارئ) في سرة الزوجة
(اجازنا حضرة الشيخ كياهي أنوار منصور الحاج)

1. 
alfaatihah ilaa hadlrotin nabiyyil mushthofaa muhammadin shollallohu 'alaihi wasallam  wa 'ala aalihi wa ashhaabihi wat taabi'iina wa taabi'it taabi'iina lahum bi ihsanin ilaa yaumid diin wa ilaa man ajaazanii haadzihil al faatihah....

    al-Fatihah ditujukan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam beserta segenap  keluarganya dan segenap sahabat serta para tabi’in dan para pengikut tabi’in juga kepada orang-orang yang mengijazahkan doa berikut ini, al-Fatihah….

2. 
al faatihah ilaa haadzal hamli. al faatihah

    al-Faatihah ditujukan kepada kandungan ini, al-Faatihah

3. Baca sholawat 100 x (terserah sholawat apa saja)

4. Rabbanaa maa kholaqta haadza baathilaa sub-haanaka faqinaa ‘adzaabannaar……. 3 x 

    tanpa nafas

Dibaca setiap malam jum’at dengan cara menaruh jari telunjuk suami di pusar istri. Semoga bermanfaat.

Saya dapatkan ijiazah doa ini dari Hadratus Syekh KH. Anwar Manshur Lirboyo




From : Nur Hasyim S. Anam
 
Sumber : Pustaka Ilmu Sunni Salafiyah - KTB (PISS-KTB)