Rabu, 29 Desember 2010

Membedah Kedok Hadits Sekularisme

oleh : A. Dairobi Naji

Anas ra bercerita: Rasulullah pernah lewat di antara orang-orang yang sedang menyerbukkan kurma. Beliau bersabda: “Jika kalian tidak melakukan hal itu, niscaya baik”. Kemudian keluarlah buah-buah kurma yang tidak baik. Suatu ketika Rasulullah kembali lewat di antara mereka. “Ada apa dengan kurma kalian,” tanya beliau. “Engkau mengatakan begini dan begini,” jawab mereka. “Antum a’lam bi amri dunyakum (Kalian lebih tahu dengan urusan dunia kalian),” sabda Rasulullah. (HR. Muslim).


Tidak diketahui dengan pasti sejak kapan hadits tersebut muncul sebagai wacana yang teramat penting. Sabda beliau ini berimplika­si fatal jika dipahami dengan mentah-mentah. Mungkin saat beliau bersabda, tidak ada sahabat yang mempermasalahkan. Namun, sampai saat ini hadits tersebut menyisakan tanda tanya besar tentang sikap Islam terhadap urusan-urusan duniawi.

Bisa jadi, hadits ini diartikan sebagai pembenaran Rasulullah bahwa urusan dunia sepenuhnya diatur menurut selera masing-masing. Agama tidak turut campur dalam masalah-masalah itu. Pemahaman semacam ini adalah sekularisme tulen. Kalau begitu, apa Rasulullah mengakui sekularisme?

Dalam akselerasi pemikiran, kita bisa menemukan dua arah tinjauan dalam hadits ini. Tinjauan dalam wilayah  teologi (akidah) dan wilayah ideologi (baca: pijakan dasar kehidupan).

Wilayah Teologis

Cuplikan kisah di atas menggambarkan ketidaktepatan sabda Rasu­lullah dengan kenyataan. Beliau mengatakan, “Jika kalian tidak melakukan hal itu (penyerbukan), niscaya baik”. Nyatanya, setelah mereka meninggalkan penyerbukan itu, keluarlah buah kurma jelek, kering dan jatuh. Apakah Rasulullah keliru?

Inilah yang menyebabkan hadits di atas terbawa ke dalam perdeba­tan di wilayah akidah. “Ada kelompok yang menggunakan riwayat ini sebagai dalil bahwa Rasulullah tidak ma’shum (terjaga dari keke­liruan) dalam urusan-urusan dunia,” tulis an-Najdi dalam Muskilat al-Ahadits.

Tak pelak, terjadi beberapa penafsiran mengenai hal ini. Soalnya, jika Rasulullah tidak ma’shum, berarti beliau bisa bohong dalam penyampaiannya, padahal seperti yang telah masyhur dalam akidah Ahlussunnah, bahwa berbohong merupakan hal yang mustahil bagi utusan Allah.

Syekh Ibrahim al-Baijuri, teolog terkemuka Ahlussunnah, menolak dengan tegas pendapat yang mengatakan bahwa Rasulullah dalam hal ini tidak ma’shum (keliru). Menurutnya, apa yang telah diucapkan beliau dalam hadits di atas adalah harapan (insya’). Logikanya, bagaimanapun harapan tidak bisa divonis benar atau keliru. Rasu­lullah berharap kurma itu baik. Kalaupun harapan itu tidak menja­di kenyataan, tidak bisa dikatakan beliau keliru, tidak ma’shum. (Jauharah at-Tauhid).

Dalam pandangan al-Qurthubi, Rasulullah tidak berkata keliru dalam hal tersebut. Sebab, beliau bukan seorang yang menekuni pertanian, sehingga dalam menyikapi penyerbukan itu, Rasulullah berpedoman kepada kaidah umum bahwa tidak ada yang bisa men-ta’tsir (memberi pengaruh) kecuali Allah, seperti yang tertera dalam riwayat Thalhah, Rasulullah bersabda: “Menurut dugaanku, hal itu (penyerbukan) tidak berguna apa-apa.

Wilayah Ideologis

“Hadits ini betul-betul rancu,” komentar an-Najdi. Sebab, seperti yang ia tuturkan dalam Muskilat al-Ahadits an-Nabawiyah, urusan dunia itu mencakup mu’amalat, tindak kriminal, peperangan, medis dan berita tentang umat masa silam dan yang akan datang. Bisakah Rasulullah dikatakan berbohong dalam hal-hal tersebut, sehingga tidak wajib diikuti dan dibenarkan? Pemahaman semacam ini jelas sudah keluar dari agama.

Lantas, bagaimana semestinya kita menafsiri hadits ini? Yang jelas, hadits antum a’lam bi amri dunyakum bukan pembenaran Rasulullah terhadap pemilahan urusan dunia dan agama. Selain terkait dengan asbabul wurud-nya, terlalu berani jika hadits ini digunakan untuk merevisi ketentuan-ketentuan Islam yang berkaitan dengan urusan duniawi. Dalam hal ini, diperlukan pemahaman secara proporsional. Sangat naif, jika hadits ini digunakan sebagai dalil untuk mengabaikan hadits-hadits lain yang berbicara tentang urusan duniawi. Apakah itu tidak mirip —kalau tidak boleh dika­takan sama— dengan sikap orang-orang kafir terhadap al-Qur’an, mengambil yang sesuai dengan selera dan menolak ayat yang tidak mereka sukai?

Hadits ini sama sekali bukan pembenaran terhadap sekularisme. Pemahaman bahwa hadits ini sebagai penyerahan urusan dunia kepada masing-masing individu bermula dari pemahaman yang terpotong. Memahami keseluruhan hadits tersebut hanya dari potongan kalimat antum a’lam bi amri dunyakum merupakan pelanggaran terhadap etika berpikir. Tidak etis, jika kita memahami pernyataan seseorang, apalagi sabda Nabi, tidak dari konteksnya. Soalnya, konteks merupakan qarinah yang menuntun kepada apa sebenarnya yang dimak­sudkan oleh qail-nya.

Melihat konteks kalimat, posisi antum a’lam bi amri dunyakum dalam hadits tersebut bukan sebagai tasyri’, tapi i‘tidzar (dalih) Rasulullah atas ketidaksesuaian pandangan beliau dengan kenyataan. Indikasi i’tidzar itu juga didukung oleh riwayat-riwayat lain.

Diriwayatkan oleh Thalhah dari ayahnya: “Bersama Rasulullah aku lewat di antara orang-orang yang sedang memanjat pohon kurma. “Apa yang mereka lakukan?” tanya Rasul. “Menyerbukkan kurma,” jawab sahabat. Rasulullah bersabda: “Menurut dugaanku, itu tidak memberi pengaruh apa-apa”. Sahabat memberitahukan sabda Rasul tersebut kepada para pemanjat. Mereka meninggalkan pekerjaan itu. Lalu sahabat memberitahukan hal tersebut kepada Rasul. Rasulullah bersabda: “Jika hal itu berguna, maka lakukanlah. Aku hanya berpraduga. Jangan kau memegang pradugaku, tapi jika aku menyam­paikan sesuatu dari Allah, maka ambillah. Sesungguhnya aku takkan berdusta atas Allah.” (HR. Muslim)

Riwayat ‘Ikrimah, dalam hal ini Rasulullah bersabda: “Aku ini seorang manusia. Jika aku memerintahkan urusan agama kepada kalian, maka kerjakanlah. Bila aku memerintahkan sesuatu dari pendapatku, maka aku ini adalah manusia.”

Dalam Ikmal al-Mu’allim, al-Ubayy mengemukakan bahwa sabda Rasu­lullah dalam menanggapi ketidaksesuaian pendapat beliau dengan kenyataan ini adalah murni sebagai i’tidzar. Beliau mengungkapkan i’tidzar itu karena khawatir terjadi salah persepsi dari orang-orang yang berpikir dangkal bahwa dalam hal ini beliau berbohong. “Kalau tidak karena kekhawatiran itu, tidak perlu beliau mengung­kapkan alasan-alasan tersebut,” kata al-Ubayy. Soalnya, dalam hal ini beliau bukan memberitahu, tapi hanya sekedar mengungkapkan dugaan beliau tentang hal tersebut.

Nah, hadits Antum a’lam bi amri dunyakum, menurut al-Ubayy, merupakan puncak dari i’tidzar beliau yang berupa dugaan (dhann), pandangan (ra’yu) ataupun kalimat “Aku adalah manusia”. (Ikmal Ikmal al-Mu’allimin, 8:111-114)

Abdullah an-Najdi menolak pemahaman sekularistik terhadap hadits riwayat Anas tersebut dengan klasifikasi umur ad-dunya. Menurut­nya sabda Rasulullah yang menyangkut urusan dunia ada dua macam. Pertama, sabda beliau yang didasarkan pada wahyu dari Allah. Hal ini tidak bisa diganggu gugat, ma’shum dan tak mungkin keliru. Kedua, sabda beliau yang merupakan hasil pemikiran beliau sen­diri. Yang kedua ini dimungkinkan terjadi keliru.

Dalam klasifikasi itu, an-Najdi memberi catatan penting bahwa hal-hal yang sudah tegas dikemukakan Rasul, tidak pernah diralat sampai beliau wafat, tidak mungkin keluar dari pemikiran dan dugaan beliau sendiri. Sebab, Allah berfirman: “Sesungguhnya dugaan itu tidak berguna sedikit pun untuk mencapai kebenaran” (QS. Yunus:36). Semua yang beliau sabdakan dengan mantap adalah berdasarkan wahyu dari Allah SWT.

Dalam penafsiran lain, Imam an-Nawawi mengkhususkan hadits ini hanya dalam urusan duniawi dan mata pencaharian, sebagaimana yang tertera dalam teksnya. Tapi, urusan duniawi dimaksud, hanya berkisar hal-hal yang disabdakan beliau tidak dalam konteks tayri’ (menjadikan peraturan). Sedang ijtihad beliau mengenai urusan duniawi dalam konteks tasyri’, wajib dijadikan sebagai pedoman. Sedang dalam pandangan Ibnu Taimiyah, semua Qaul ar-Rasul adalah syari’at. Dalam hadits penyerbukan kurma ini Rasu­lullah tidak melarang untuk melakukan penyerbukan. Mereka salah paham bahwa Rasulullah melarang mereka melakukan penyerbukan.

Al-Hasil, semuanya sepakat bahwa hadits ini tidak bisa dipahami hanya pada potongan kalimat antum a’lam bi amri dun’yakum. Tapi, harus dipahami sesuai konteks kalimat. Baik, secara lafdhiyah  maupun haliyah, terdapat qarinah yang mengindikasikan bahwa hadits ini tidak bisa dijadikan dalil pemasrahan urusan dunia kepada masing-masing orang.


Sumber  :  www.sidogiri.net

Penyakit suka bicara

Kalam Al-Imam Al-Hafidz Abdurrahman bin Hasan bin Muhammad
Berkata sebagian ulama terdahulu,
“Jika Allah Subhanahu wa Ta’ala menginginkan kebaikan bagi seseorang, maka dibukakan baginya amalan, dan ditutup baginya pintu perdebatan. Dan jika Allah Subhanahu wa Ta’ala menginginkan keburukan bagi seseorang, maka ditutup baginya amalan, dan dibukakan baginya pintu perdebatan.”
Sering pula Imam Malik ra mencela seseorang yang memperbanyak omongan dan mudah berfatwa. Beliau ra pernah berkata, “Seseorang diantara mereka berbicara bagaikan unta. Ia gampang menyatakan, ‘Hal ini begini dan hal itu begitu.’ “
Beliau ra juga berkata, “Berbantah-bantahan dalam masalah ilmu dapat mengeraskan hati dan membuahkan kebencian.” Bila ditanyakan kepada beliau tentang suatu masalah, beliau sering menjawab, “Aku tidak tahu.” Demikian juga Imam Ahmad ra, beliau melakukan seperti apa yang dilakukan oleh Imam Malik ra.
Dan telah diriwayatkan adanya larangan memperbanyak pertanyaan dan mereka-reka persoalan, serta menanyakan sesuatu yang belum terjadi, yang bila hal tersebut ditelusuri, maka akan jadi berkepanjangan. Seiring dengan apa yang telah disebutkan diatas, sesungguhnya pada perkataan ulama terdahulu dan para imam, seperti Imam Malik, Imam Syafi’i, Imam Ahmad, Imam Ishaq dan lain-lain, terdapat penegasan terhadap sumber hukum dan dasar-dasar hukum dalam perkataan yang ringkas dan dapat dipahami maksudnya tanpa harus dijelaskan panjang lebar. Dan bahkan perkataan yang panjang lebar dari orang-orang yang mudah bicara dengan akalnya itu, tidak mengandung kebenaran seperti yang terdapat pada perkataan para ulama terdahulu dan para imam meskipun perkataan para ulama dan imam itu ringkas.
Ulama terdahulu yang lebih suka berdiam diri dan tidak mengubris perselisihan dan perdebatan, bukan berarti mereka bodoh dan tidak mampu dalam hal itu, tetapi mereka sengaja berdiam diri karena kapasitas ilmu yang mereka miliki, serta rasa takut mereka kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dan orang-orang yang datang sesudahnya, mereka lebih suka mencari-cari persoalan, bukan karena mereka memiliki kelebihan ilmu dibandingkan orang lain, akan tetapi mereka melakukan hal itu karena rasa senang mereka terhadap bicara dan kurangnya rasa wara’. Seperti yang telah dikatakan oleh Al-Imam Al-Hasan ketika beliau mendengar orang-orang yang suka berselisih,
“Mereka adalah kaum yang sudah bosan beribadah dan menganggap remeh suatu perkataan, serta telah berkurangnya rasa wara’ mereka sehingga mereka tidak segan-segan untuk berbicara.”
[Disarikan dari Fadhl Al-Ilm As-Salaf 'ala Al-Khalaf  Al-Hafidz Ibn Rajab Al-Hanbaly]

Senin, 27 Desember 2010

Apakah Film Laskar Pelangi Akan Sukses Seperti Film Ayat-Ayat Cinta?

Novel Laskar Pelangi benar-benar menggemparkan dunia sastra Indonesia, novel itu laris dimana-mana bak kacang goreng.  Penulisnya pun sempat mengutarakan bahwa ia pernah mendapatkan  satu kontainer Laskar Pelangi bajakan, sungguh luar biasa.  Banyak hal yang membuat novel Laskar Pelangi begitu sukses, tapi menurut  saya pribadi faktor terbesar itu adalah keikhlasan.   Andrea Hirata sang penulis tak menyangka novel itu bakal laris, awalnya ia membuat novel itu untuk didedikasikan kepada gurunya, ibu guru Muslimah.

Keikhlasan memang punya nilai tersendiri, seoarang ulama yang bernama Sayyid Djamaluddin Al Akbar berangkat dari Hadramaut, Yaman menuju Desa Tosora Kabupaten Wajo Sulawesi  Selatan untuk menyebarkan islam disana, akhirnya semua penduduk disana memeluk islam.  Kalau kita kunjungi makan beliau yang ada di Desa Tosora saat ini, kondisi sekitar makam belaiu masih seperti hutan lebat, kalau sekarang masih seperti hutan lebat kondisinya, bagaimana dengan keadaan desa itu ratusan tahun silam ? betapa keikhlasan beliau di dalam menyebarkan islam.  Bagi saya pribadi, kunci utama di dalam mengerjakan sesuatu itu adalah keikhlasan dan itu terjadi dalam penulisan novel Laskar Pelangi .

Kini novel itu difilmkan, apakah ia akan sukses, seperti suksesnya film ayat-ayat cinta? Itu tergantung dari niat film makernya, jika mereka memang merasa bahwa novel itu mempunyai banyak nilai positif yang dapat diambil oleh kita semua sehingga perlu untuk difilmkan insya Allah bakal laris, tapi kalau niatnya misalnya ingin menyamai bahkan melebihi kesuksesan film ayat-ayat cinta saya rasa sukses film Laskar Pelangi itu dibawah film ayat-ayat cinta

Selain faktor keihlasan sebenarya banyak faktor lain yang membuat sukses tidaknya kita dalam mengerjakan sesuatu, misalnya para Wali Songo disamping  keikhlasan mereka  di dalam dakwahnya, faktor yang tidak kalah pentingnya adalah mereka tidak langsung memberangus budaya dan tradisi  lokal setempat yang tidak islami , tetapi memodifikasi dan mengakulkturasi budaya dan tradisi masyarakat setempat sesuai dengan nilai-nilai islam, misalnya saja tradisi wayang kulit, beliau mengganti cerita agama Hindu  dan digantikan dengan cerita Agama Islam.

Begitupun dalam kasus sukses tidaknya  sebuah film, salah satu faktor yang menurut saya tidak kalah pentingnya adalah moment yang tepat di dalam pemutaran perdananya.  Hari ini, Kamis 25 september 2008, film Laskar Pelangi mulai tayang di bioskop Indonesia, sebenarnya ada semacam keraguan di dalam diri ini akan kesuksesan film itu jika dibandingkan dengan sukses film ayat-ayat cinta sebelumnya. Bukan apa-apa soalnya film itu ditayangkan menjelang lebaran, bukankah menjelang lebaran mesjid-mesjid mulai sepi jika dibandingkan dengan awal ramadhan, dimana sebagian besar kaum muslim beralih untuk mejeng dan “thawaf” di mall serta pusat perbelanjaan dan ibu-ibu makin sibuk dengan urusan dapurnya?.  Ini menandakan bahwa orang lebih fokus menggunakan uangnya untuk keperluan lebaran semisal baju baru dibanding untuk “hanya” menonton film Laskar Pelangi, jadi menurut saya pribadi adalah kurang tepat moment tayang perdana film itu menjelang lebaran.  Hal ini berbeda dengan film ayat-ayat cinta yang sukses itu, setelah film itu selesai dibuat, film maker ayat-ayat cinta menunggu moment yang tepat untuk meluncurkan film tersebut, muncul sebuah tanya, apakah hal yang sama juga dilakukan film maker Laskar Pelangi ?.  Terlepas dari itu semua, kita tunggu saja reaksi masyarakat terhadap pemutaran perdana film Laskar Pelangi, menurut saya pribadi ini merupakan indikasi awal sukses atau tidaknya film tersebut.

Makassar,  25 September 2008

Senin, 20 Desember 2010

Ternyata Ada 2 KIMA di Makassar




Siang itu jam dinding rumahku menunjukkan angka 2:30. Saya segera menuju kamar untuk merebahkan diri dari padatnya aktivitas disiang hari.  Belum semenit tiba-tiba handphoneku berdering, “sir kuliah orang sekarang” kata Nanang diujung handphone, “tapi baruji masuk to”? kataku padanya dengan sedikit panik, “ia, di ruang 102 kita kuliah” jawabnya.  Saya bergegas menuju kampus yang jaraknya tidak begitu jauh dari rumah, kurang lebih 10 menit saya tiba dikampus,  ruangan kelas telah penuh sesak.

Hari itu Kamis 30 Oktober 2008 merupakan kuliah perdana mata kuliah Perencanaan Sistem yang dibawakan oleh Pak Kaimuddin.  Dari slide presentasi yang ada di dinding ruangan, terlihat beliau masih menjelaskan bagian-bagian awal dari mata kuliah itu. Alhamdulillah saya tidak terlalu ketinggalan, aku membatin.  Menurut Pak kaimuddin, pendekatan sistem dalam hal ini pemodelan sistem pada awalnya digunakan untuk kepentingan militer amerika. Tiba-tiba ingatanku tertuju pada alat yang bernama GPS (Global Positioning Satellite).  GPS pada awalnya digunakan dikalangan militer amerika, tetapi karena sudah ada teknologi yang lebih baru dan canggih maka barulah teknologi gps itu dilempar kemasyarakat umum.  Saya berpikir jangan-jangan masih banyak teknologi canggih yang digunakan oleh militer amerika dan ketika teknologi itu sudah usang dengan teknologi yang baru dan lebih canggih maka baru barulah teknologi yang sudah usang itu dilempar kemasyarakat umum dan bagi mereka teknologi-teknologi adalah teknologi baru dan canggih.

Pak Kaimuddin masih terus memberikan penjelasan, kali ini beliau menjelaskan mengenai input terkontrol dan tak terkontrol, mengenai output yang diinginkan dan yang tak diinginkan dari diagram kotak gelap pada sebuah sistem.  Tiba- tiba beliau berkata “
ada dua KIMA di Makassar”. Saya begitu kaget mendengarnya, sepengetahuanku KIMA (Kawasan Industri Makassar) itu  hanya ada satu, yaitu yang berada di daerah Daya.  Saya benar-benar  kurang informasi, pikirku sambil menyalahkan diri sendiri.  “KIMA yang pertama yaitu kawasan industri makassar terletak di daerah daya......”, kalau KIMA yang ini saya sudah tahu, tapi KIMA yang kedua dimanakah ia berada ?,saya tidak sabar lagi mengetahuinya, .....“KIMA yang kedua yaitu Kawasan industri Maksiat  yang terletak di jalan N.....,” tiba-tiba kelas menjadi ribut akibat gelak tawa teman-teman.  Belum reda kegaduhan itu, Pak Kaimuddin melanjutkan perkataanya “KIMA yang pertama limbahnya dapat dikontrol tetapi KIMA yang kedua limbahnya tidak dapat dikontrol”, hehe lagi-lagi kami tertawa.  Apa yang dikatakan Pak Kaimuddin itu memang benar, untuk limbah industri, jumlahnyan dapat dikontrol dengan menambah kapasitas intalasi pengolah limbah cair, tapi untuk limbah KIMA yang kedua yaitu penyakit AIDS, sangat berat untuk mengontrolnya.  Selain karena belum ditemukannya obat mampu menghancurkan HIV (obat yang ada sekarang masih pada taraf menghambat pertumbuhan virus), terkadang para korban HIV AIDS dengan sengaja mewariskan penyakitnya ke orang lain maka jadilah limbah KIMA kedua itu makin sulit terkontrol. Mungkin cara yang paling ekstrem adalah menutup KIMA kedua itu, tapi apakah pemerintah kota Makassar berani melakukannya ?

Sekitar pukul 4:30 sore kuliah berakhir, langit mendung, saya bergegas pulang kerumah, pulang dengan tambahan informasi baru bahwa ternyata ada 2 KIMA Makassar.  Mudah-mudah jenis KIMA kedua itu tidak bertambah di kota ini dan alangkah indahnya jika KIMA kedua yang terletak di jalan N....... itu suatu saat ditutup, semoga.


Makassar, 29 Januari 2009

Kritik Terhadap Pemikiran Ulil Abshar Abdallah (Bagian Ke Dua- Habis)


Pemikiran Ulil tentang masalah ini masih belum dijelaskan secara utuh, sehingga yang bisa dilakukan selanjutnya adalah mencoba menebak kira-kira yang dimaksud "bebas" dalam konteks di atas, apakah bebas –sebebas-bebasnya (tanpa resiko), ataukah bebas beresiko. Nampaknya yang dimaksud oleh Ulil sehingga menjadi kontroversial adalah bebas-sebebas-bebasnya (tanpa resiko). Hal ini sangat tampak dari pemikirannya tentang bahwa Agama Islam tidaklah memiliki fungsi membatalkan (nasikh) untuk agama-agama sebelumnya. Semua agama dalam pandangan Ulil adalah benar.

Ada dua potongan ayat al-qur'an yang dijadikan sebagai dasar oleh Ulil dalam mengemukakan pandangannya, yaitu surat al-baqarah :256. dan al-Kahfi : 29 yang berbunyi :

 لَا إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ
 فَمَنْ شَاءَ فَلْيُؤْمِنْ وَمَنْ شَاءَ فَلْيَكْفُرْ

Dua potongan ayat di atas, apabila dipahami lepas dari konteks dan konsiderannya, seakan-akan memberikan kebebasan yang mutlak dan tanpa batas kepada siapapun untuk beragama, atau tidak beragama; untuk beragama islam atau bukan Islam. Pemahaman yang lepas dari konteks dan konsiderannya semacam inilah nampaknya yang dipilih oleh Ulil, dan hal ini oleh Ulil dianggap bagian dari ajaran agama yang paling qath'iy setelah ajaran tentang monoteisme.

Untuk mengklarifikasi, apakah potongan ayat di atas harus dipahami demikian, marilah kita baca ayat di atas secara lengkap. Bunyi lengkap surat al-baqarah : 256 adalah :

" Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); Sesungguhnya Telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut[162] dan beriman kepada Allah, Maka Sesungguhnya ia Telah berpegang kepada buhul tali yang amat Kuat yang tidak akan putus. dan Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui."

Secara sederhana ayat di atas ditafsirkan oleh tafsir al-jalalain dengan :

{ لآ إِكْرَاهَ فِى الدين } على الدخول فيه { قَد تَّبَيَّنَ الرشد مِنَ الغي } أي ظهر بالآيات البينات أن الإيمان رشد والكفر غيّ

Sementara Ibnu Katsir menafsirkan ayat di atas dengan :

يقول تعالى: { لا إِكْرَاهَ فِي الدِّين } أي: لا تكرهوا أحدًا على الدخول في دين الإسلام فإنه بين واضح جلي دلائله وبراهينه لا يحتاج إلى أن يكره أحد على الدخول فيه، بل من هداه الله للإسلام وشرح صدره ونور بصيرته دخل فيه على بينة، ومن أعمى الله قلبه وختم على سمعه وبصره فإنه لا يفيده الدخول في الدين مكرها مقسورًا.

Dari penafsiran dua kitab tafsir yang biasa dijadikan sebagai rujukan oleh kalangan nahdliyin di atas dapat disimpulkan beberapa hal, yaitu :


  • Seseorang dilarang untuk dipaksa untuk masuk agama Islam.
  • Mempercayai Islam adalah sebuah kebenaran, sedangkan ingkar terhadap Islam merupakan sebuah kesesatan 
  • Orang yang masuk Islam termasuk dalam kategori orang yang mendapatkan petunjuk ari Allah, sedangkan orang yang menolak Islam termasuk orang yang buta hatinya.

Sedangkan bunyi lengkap surat al-Kahfi : 29 adalah :


وَقُلِ الْحَقُّ مِنْ رَبِّكُمْ فَمَنْ شَاءَ فَلْيُؤْمِنْ وَمَنْ شَاءَ فَلْيَكْفُرْ إِنَّا أَعْتَدْنَا لِلظَّالِمِينَ نَارًا أَحَاطَ بِهِمْ سُرَادِقُهَا وَإِنْ يَسْتَغِيثُوا يُغَاثُوا بِمَاءٍ كَالْمُهْلِ يَشْوِي الْوُجُوهَ بِئْسَ الشَّرَابُ وَسَاءَتْ مُرْتَفَقًا

" Dan Katakanlah: "Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; Maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir) Biarlah ia kafir". Sesungguhnya kami Telah sediakan bagi orang orang zalim itu neraka, yang gejolaknya mengepung mereka. dan jika mereka meminta minum, niscaya mereka akan diberi minum dengan air seperti besi yang mendidih yang menghanguskan muka. Itulah minuman yang paling buruk dan tempat istirahat yang paling jelek."

Imam al-Thabari memberikan penafsiran ayat di atas dengan :

يقول تعالى ذكره لنبيه محمد صلى الله عليه وسلم: وقل يا محمد لهؤلاء الذين أغفلنا قلوبهم عن ذكرنا، واتبعوا أهواءهم، الحقّ أيها الناس من عندربكم، وإليه التوفيق والحذلان، وبيده الهدى والضلال يهدي من يشاء منكم للرشاد، فيؤمن، ويضلّ من يشاء عن الهدى فيكفر، ليس إلي من ذلك شيء، ولست بطارد لهواكم من كان للحقّ متبعا، وبالله وبما أنزل علي مؤمنا، فإن شئتم فآمنوا، وإن شئتم فاكفروا، فإنكم إن كفرتم فقد أعد لكم ربكم على كفركم به نار أحاط بكم سرادقها، وإن آمنتم به وعملتم بطاعته، فإن لكم ما وصف الله لأهل طاعته.

Sementara wahbah Zuhaili di dalam tafsir Munirnya menafsirkan ayat di atas dengan :

وَقُلِ خطاب للنبي ولأصحابه. الْحَقُّ مِنْ رَبِّكُمْ الحق ومنه القرآن: ما يكون من جهة اللّه تعالى، لا ما يقتضيه الهوى. فَمَنْ شاءَ فَلْيُؤْمِنْ وَمَنْ شاءَ فَلْيَكْفُرْ تهديد لهم ووعيد

Sedangkan Ibnu Katsir menafsirkan ayat di atas dengan :

يقول تعالى لرسوله محمد صلى الله عليه وسلم: وقل يا محمد للناس: هذا الذي جئتكم به من ربكم هو الحق الذي لا مرية فيه ولا شك { فَمَنْ شَاءَ فَلْيُؤْمِنْ وَمَنْ شَاءَ فَلْيَكْفُرْ } هذا من باب التهديد والوعيد الشديد؛

Dari penafsiran tiga kitab tafsir yang cukup mu'tabar di atas dapat disimpulkan bahwa tidak tepat menjadikan ayat di atas sebagai argumentasi untuk sebuah "kebebasan beragama" dalam arti sebebas-bebasnya, karena ayat di atas disebutkan dalam konteks ancaman atau al-tahdid wa al-wa'id al-syadid.

Dari uraian di atas jelas sekali bahwa yang dimaksud dengan kebebasan beragama adalah bebas beresiko, bukan bebas dalam arti sebebas-bebasnya. Hal ini menjadi lebih jelas lagi dengan adanya dukungan dari ayat dalam surat Ali Imran : 19 yang berbunyi :

إِنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللَّهِ الْإِسْلَامُ وَمَا اخْتَلَفَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ إِلَّا مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًا بَيْنَهُمْ وَمَنْ يَكْفُرْ بِآيَاتِ اللَّهِ فَإِنَّ اللَّهَ سَرِيعُ الْحِسَابِ

" Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam. tiada berselisih orang-orang yang Telah diberi Al Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, Karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah Maka Sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya."

Dan ayat yang lain dalam surat Ali Imran : 85 yang berbunyi :

وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ

" Barangsiapa mencari agama selain agama islam, Maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu)daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi."

Dua ayat di atas sebenarnya juga disitir oleh Ulil di beberapa tulisannya, akan tetapi Ulil tidak sepakat terhadap pengertian dhahir nash karena hal ini akan mengarah pada absolutisme yang pada gilirannya akan mengancam adanya dialog antar agama . Harus ditafsiri bagaimana dua ayat di atas ? sayang sekali Ulil tidak memberikan komentar dan penjelasan sama sekali.

Bagi Ulil, seseorang bebas apakah akan masuk Islam, atau tidak. Pun juga demikian, setelah masuk Islam seseorang bebas menentukan pilihan paham keislamannya; apakah akan berpaham wahabi, syi'ah, ahlussunnah, atau yang lain. Yang menarik disini adalah Ulil tidak berani menentukan sikap mana yang benar diantara paham-paham tersebut, bahkan nampaknya mengarah pada sebuah pemahaman bahwa aliran-aliran yang ada di dalam Islam semuanya benar. Dan hal ini bertentangan dengan hadits nabi yang berbunyi :

حَدَّثَنَا هِشَامُ بْنُ عَمَّارٍ حَدَّثَنَا الْوَلِيدُ بْنُ مُسْلِمٍ حَدَّثَنَا أَبُو عَمْرٍو حَدَّثَنَا قَتَادَةُ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « إِنَّ بَنِى إِسْرَائِيلَ افْتَرَقَتْ عَلَى إِحْدَى وَسَبْعِينَ فِرْقَةً وَإِنَّ أُمَّتِى سَتَفْتَرِقُ عَلَى ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِينَ فِرْقَةً كُلُّهَا فِى النَّارِ إِلاَّ وَاحِدَةً وَهِىَ الْجَمَاعَةُ » (رواه ابن ماجه )

Sisi Lain dalam Kebebasan Beragama 

Ada dua hal yang perlu direnungkan dalam kaitannya dengan kebebasan beragama; yang pertama adalah : semua agama, keyakinan, kepercayaan, madzhab dan firqah yang ada di dunia ini pasti memiliki konsep dakwah. Dengan konsep ini semua agama, keyakinan, kepercayaan, madzhab dan firqah yang ada di dunia ini pasti memiliki keinginan untuk menyebarluaskan keyakinan dan ajarannya. Kristenisasi, wahabisasi, syi'aisasi dan seterusnya bukanlah merupakan sekedar wacana yang tidak konkrit dan hanya ada di dalam tataran ide, akan tetapi secara real memang ada wujud nyatanya. Karena demikian, meskipun penting untuk selalu mengembangkan dan menjunjung tinggi ukhuwah wathaniyah dan ukhuwah basyariyah, akan tetapi penting juga untuk selalu memperhatikan peringatan Allah yang terdapat di dalam surat al-Baqarah : 120 yang berbunyi :

وَلَنْ تَرْضَى عَنْكَ الْيَهُودُ وَلَا النَّصَارَى حَتَّى تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ 

" Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka."

Dan juga ayat al-qur'an dalam surat al-Baqrah : 217 yang berbunyi :

وَلَا يَزَالُونَ يُقَاتِلُونَكُمْ حَتَّى يَرُدُّوكُمْ عَنْ دِينِكُمْ إِنِ اسْتَطَاعُوا

"mereka tidak henti-hentinya memerangi kamu sampai mereka (dapat) mengembalikan kamu dari agamamu (kepada kekafiran), seandainya mereka sanggup."

Untuk memberikan kepastian kepada umat, khususnya warga nahdliyin –agar mereka memiliki pegangan yang kuat dan pada akhirnya dapat menolak dakwah dan ajakan kelompok lain- kita harus berani secara tegas mengatakan bahwa agama yang benar hanyalah Islam, sedangkan yang lain salah, atau bahkan kita harus berani mengatakan bahwa faham keislaman yang paling benar adalah faham ahlu sunnah wa al-jama'ah.

Yang perlu dijadikan sebagai catatan adalah pandangan bahwa agama yang benar hanyalah Islam, dan faham keagamaan yang paling benar hanyalah ahlussunnah wa al-jama'ah tidak lantas justru menjadikan kita beringas, anarkis, ekstrim dan lain sebagainya. Watak tasamuh terhadap kelompok laion yang berbeda yang menjadi ciri khas Nahdlatul Ulama sudah terbukti dalam perjalanan sejarah bangsa ini. Nahdlatul Ulama tidak sama sekali melarang warganya untuk berinteraksi dengan kelompok lain, karena kita yakin secara pasti bahwa pluralitas agama dan faham keagamaan merupakan realitas yang harus diterima. Sikap lakum dinukum wa liya dini, serta sikap lana a'maluna wa lakum a'malukum adalah sikap yang biasa dilakukan oleh kalangan Nahdlatul Ulama dalam menghadapi realitas ini. 

Dan yang kedua adalah konsep al-amru bi al-ma'ruf wa al-nahyu 'an al-munkar. Jika kebebasan beragama dan berfaham keagamaan dalam arti sebebas-bebasnya hanya dimaksudkan untuk sebuah toleransi, maka sebenarnya NU tidak perlu diajari tentang masalah ini. Karena sejak awal NU telah membuktikan sikap toleran terhadap realitas keberagaman (pluralitas) yang ada. Jadi permasalahan utamanya bukan terletak pada toleransi atau intoleransi, akan tetapi terletak pada realitas dimana faham ahlu al-sunnah wa al-jama'ah sedang dirongrong dan digerogoti oleh berbagai pihak. Dalam konteks semacam ini, maka NU harus melakukan al-amru bi al-ma'ruf wa al-nahyu an al-munkar demi tetap tegakkan ajaran ahlu al-sunnah wa al-jamaah di bumi pertiwi ini. Hal ini sesuai dengan tujuan NU didirikan, sebagaimana yang terdapat di dalam anggaran dasar Nahdlatul Ulama.

Sumber :  http://www.aswaja-nu.com/

Kritik Terhadap Pemikiran Ulil Abshar Abdallah (Bagian Ke Satu)



Usaha Membaca dan memahami pikiran ulil dan teman-temannya termasuk dalam kategori "pekerjaan" berat. Hal ini disebabkan karena lontaran pikirannya seringkali tidak didasarkan pada dasar metodologi yang absah dan ilmiyah, sehingga buah pikiran yang dilontarkannya tidak lebih dari hanya sekedar "pikiran nakal" yang tidak terlalu penting untuk ditanggapi.

Sebuah produk pemikiran dari siapapun, apabila akan dijadikan sebagai bagian dari pemikiran Islam, maka harus ada dasar yang melandasinya, baik dari alqur'an, hadits, ijma', qiyas atau dalil-dalil yang lain. Sulit menerima dan menganggap sebuah produk pemikiran merupakan bagian dari Islam ketika produk pemikiran tersebut tidak didasarkan pada dalil-dalil yang sah.

Pandangan semacam ini sebenarnya didasarkan pada sebuah ayat al-qur'an yang berbunyi

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا

Abdul Wahab Khalaf menjelaskan ayat di atas dengan :

فالامر باطاعة الله واطاعة رسوله امر باتباع القرأن والسنة والامر باطاعة اولى الامر من المسلمين امر باتباع ما اتفقت عليه كلمة المجتهدين من الاحكام لانهم اولو الامرالتشريعي من المسلمين والامر برد الوقائع المتنازع فيها الى الله والرسول امر باتباع القياس حيث لا نص ولا اجماع

Dan diperkuat oleh hadits tentang Muadz bin Jabal yang berbunyi :

أَخْبَرَنَا أَبُو بَكْرٍ مُحَمَّدُ بْنُ الْحَسَنِ بْنِ فُورَكٍ ، أَخْبَرَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ جَعْفَرٍ ، أَخْبَرَنَا يُونُسُ بْنُ حَبِيبٍ ، أَخْبَرَنَا أَبُو دَاوُدَ ، أَخْبَرَنَا شُعْبَةُ ، أَخْبَرَنِي شُعْبَةُ ، أَخْبَرَنِي أَبُو عَوْنٍ الثَّقَفِيُّ ، قَالَ : سَمِعْتُ الْحَارِثَ بْنَ عَمْرٍو ، يُحَدِّثُ ، عَنْ أَصْحَابِ مُعَاذٍ مِنْ أَهْلِ حِمْصَ قَالَ : وَقَالَ مَرَّةً عَنْ مُعَاذٍ أَنّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم ، لَمَّا بَعَثَ مُعَاذًا إِلَى الْيَمَنِ ، قَالَ لَهُ : كَيْفَ تَقْضِي إِذَا عَرَضَ لَكَ قَضَاءٌ ؟ ، قَالَ : أَقْضِي بِكِتَابِ اللَّهِ ، قَالَ : فَإِنْ لَمْ تَجِدْ فِي كِتَابِ اللَّهِ ؟ ، قَالَ : أَقْضِي بِسُنَّةِ رَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم ، قَالَ : فَإِنْ لَمْ تَجِدْ فِي سُنَّةِ رَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم ؟ ، قَالَ : أَجْتَهِدُ رَأْيِي وَلا آلُو ، قَالَ : فَضَرَبَ رَسُولُ اللَّهِ بِيَدِهِ صَدْرِي ، قَالَ : الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي وَفَّقَ رَسُولَ رَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم ، لِمَا يُرْضِي رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم

Bahkan, lebih spesifik lagi bagi kalangan nahdliyin – termasuk di dalamnya Ulil dan teman-temannya dari kalangan Islam Liberal- dalam berpikir dan mengembangkan pemikirannya harus juga didasarkan pada "rambu-rambu" yang telah disepakati oleh para ulama sebagai manhaj pemikiran Nahdlatul Ulama. Secara substansial, pembuktian bahwa seseorang dianggap sebagai warga atau kader Nahdlatul Ulama sebenarnya bukan hanya terletak pada apakah yang bersangkutan memiliki kartu anggota Nahdatul Ulama (KARTANU) atau tidak, akan tetapi lebih jauh dan lebih penting dari itu adalah yang bersangkutan harus bertindak, bersikap dan berperilaku serta berpikir sesuai dengan manhaj yang telah digariskan oleh Nahdlatul Ulama.

Dalam Anggaran Dasar Nahdlatul Ulama Bab IV (Tujuan dan Usaha) pasal 5 ditegaskan tujuan Nahdlatul Ulama adalah berlakunya ajaran Islam yang menganut faham Ahlusunnah wal jamaah menurut salah satu madzhab empat untuk terwujudnya masyarakat yang demokratis dan berkeadilan demi kemaslahatan dan kesejahtreraan umat.

Secara lebih operasional, Nahdlatul Ulama juga telah merumuskan tentang sistem pengambilan keputusan hukum dalam bahtsul masail di lingkungan Nahdlatul Ulama yang meliputi bagaimana prosedur penjawaban masalah, hirarki dan sifat keputusan bahtsul masail, kerangka analisis masalah, prosedur pemilihan qaul /wajah, prosedur ilhaq dan prosedur istinbat. Semua ini terangkum dalam keputusan Munas Alim Ulama di Bandar lampung pada tanggal 16-20 rajab 1412 H/ 21-25 Januari 1992 M.


Mengkritisi Pemikiran Mas Ulil

Mengkritisi pemikiran ulil tidak boleh lepas dari dua sudut pandang ; sudut pandang bahwa Ulil merupakan seorang muslim dan sudut pandang bahwa Ulil merupakan cendekiawan muda Nahdlatul Ulama. Sebagai seorang muslim yang baik Ulil tidak boleh keluar dari koridor sumber hukum Islam (al-Qur'an dan al-Hadits), sedangkan sebagai tokoh intelektual Nahdlatul Ulama, Ulil harus menjunjung tinggi dan menghormati keputusan-keputusan yang telah disepakati oleh para ulama, baik di tingkat Munas, maupun muktamar. Karena demikian, maka alat analisis yang digunakan untuk mengkritisi pemikiran Ulil adalah al-qur'an, al-hadits dan al-kutub al-mu'tabarah yang telah disepakati dikalangan Nahdlatul Ulama.

Yang menonjol dari seorang Ulil dan teman-teman kalangan Islam liberal yang lain sebenarnya pada predikat seorang pejuang "hak asasi manusia", tidak lebih dari itu. Hal ini sangat terlihat dengan jelas dari pemikiran-pemikiran yang dilontarkannya yang terakadang "nabrak" al-qur'an, hadits dan pandangan mayoritas ulama, ketika mereka beranggapan ada kepentingan yang "lebih tinggi" yang diabaikan, yaitu Hak Asasi Manusi (HAM)

Pandangan Ulil tentang : pembenaran terhadap agama-agama yang lain selain Islam ; tidak mengakui bahwa Islam adalah agama yang berfungsi sebagai agama pembatal (nasikh) terhadap agama-agama sebelumnya ; tidak sepakat terminology "kafir" disandangkan kepada kelompok non muslim; tidak mengakui adanya wacana "dar al-islam dan dar al-harbi"; Ahmadiyah masih dianggap sebagai "komunitas muslim" jarang sekali didasarkan pada argumentasi yang diakui oleh kaum muslimin, atau kalangan nahdliyin. Kalaupun menampilkan ayat al-qur'an sebagai argumentasi, biasanya hanya dipotong untuk mendukung pandangan pribadinya. Berikut ini beberapa pandangan kontroversial Ulil yang banyak ditolak karena tidak didasarkan pada dalil dan argumentasi yang kuat.

Sumber :  http://www.aswaja-nu.com/

Jangan jangan seekor anjing lebih baik daripada kita

Alangkah kerasnya hatimu.  Bahkan seekor anjing dapat dinasehati oleh pemiliknya dalam berburu, menjaga tanaman, dan menjaga binatangnya.  Padahal ia hanya diberi makan beberapa potong saja, bahkan sangat sedikit.  Sedangkan kamu makan dari nikmat yang diberikan Allah swt hingga kenyang. 

Mengapa kamu tidak menunaikan perintahNya? Mengapa kamu tidak memberikan hak-Nya?  Mengapa kamu tidak menjaga batasan-batasan-Nya?


Nasehat Syeikh Abdul qadir al jilany

Selasa, 14 Desember 2010

Menghibur diri sendiri

Setelah mendaftar lewat website hari itu juga aku ke kantor MetroTV biro Makassar. Kantor itu berada di jalan Lamadukelleng, tidak jauh dari kediaman bapak Wakil Presiden HM Yusuf Kalla. Setibanya di sana kulihat dua orang gadis berjilbab keluar dari kantor itu dengan wajah ceria, , masing-masing membawa tiket bergambar Andi F Noya. Aku semakin bersemangat, kuayunkah langkahku dengan cepat menuju kerumunan orang diteras kantor itu. Pasti disini tempat ambil tiket, pikirku, dan betul disitu memang tempat pengambilan tiket.

“Siapa namanya Pak”
kata orang yang bertugas disitu

“Muhammay Yasir”
jawabku

Ia memperhatikan dengan seksama nama-nama yang ada dilembaran kertas, diatas mejanya

“Tidak ada nama Muhammad Yasir, kapan bapak mendaftar ?”


“Hari ini (Kamis)” Jawabku

“Maaf pak, pendaftaran lewat website, sudah ditutup, bahkan mulai Jum`at yang lalu”
katanya padaku

Maka kutinggalkan kantor Metro TV biro Makassar itu dengan perasaan kecewa. Niatku untuk menonton KickAndy di Baruga Andi Pangeran Petta Rani Universitas Hasanuddin pupus sudah. Memang saya terlambat mendaftar, yaitu sehari sebelum acara, tapi yang saya herankan kalau pendaftaran via website itu ditutup Jum`at yang lalu, mengapa informasinya masih ada di Surat Kabar 3 hari kemudian (Senin)?

Dalam perjalanan pulang kerumah rasa kecewa berkecamuk dalam dadaku, mengapa ketika berinternet saya tidak membuka website kick andy?. Seandainya saya buka websitenya mungkin saya akan menontonya, Pikirku dalam hati yang mulai menyalahkan diri sendiri dan tidak ridha menerima ketentuaNya.

Sungguh perkataan syeikh Abdul Qadir Jaelani yang berbunyi “ Menentang Al-Haq Azza wa Jalla atas takdir yang telah ditentukan-NYa berarti kematian agama, kematian tauhid bahkan kematian tawakkal dan keikhlasan. Hati seortang mukmin itu tidak mengenal kata mengapa dan bagaimana, tetapi ia hanya berkata, “Baik.” Nafsu memang mempunyai watak untu suka menentang. Barang siapa ingin memperbaikinya ia harus melatihnya hingga aman dari kejahatannya…” tidak mempan lagi kepadaku.

Aku teringat dengan dua gadis berjilbab yang keluar dari kantor itu dengan membawa tiket Kick Andy, “sungguh betapa beruntungnya mereka”, gumamku dalam hati. Aku mencoba menghilangkan rasa kecewaku dan menghibur diri sendiri, Aku berkata kepada diriku sendiri, "Betapa banyak detik-detik dari hidupku yang berlalu begitu saja tanpa menyebut namaNya dan bershalawat kepada Rasulullah Muhammad SAW, mengapa aku tidak bersedih, mengapa aku tidak kecewa. Padahal hal itulah yang lebih patut untuk kita bersedih dan kecewa". Aku mulai menyebut namaNya dan bershalawat kepada Sayyidina Muhammad SAW. Alhamdulillah rasa kecewaku mulai berkurang, setiap rasa kecewa itu muncul lagi, aku coba melawannya dengan berkata kepada diriku sendiri seperti perkataan diatas. Begitulah pergulatan batinku selama dalam perjalanan pulang menuju rumah.

Hari itu hari Kamis, Menjelang Maghrib aku menuju Majelis Habib Mahmud, seperti biasa sesudah shalat Maghrib kami membaca Ratib Al Haddad, maulid Ad diba`I dan tausiyah, setelah keluar dari majis habib mahmud rasa kecewaku benar-benar sudah hilang .

Kita memang sering bersedih ketika hal-hal yang bersifat materi dan keduniawian luput dari diri kita dan senang ketika hal yang bersifat materi dan keduniawian itu bertambah pada diri kita. Tapi sayangnya hal itu tidak berlaku untuk hal yang bersifat keakhiratan. Sama halnya ketika rasa iri sering kita tujukan kepada orang yang secara materi dan keduniawian lebih sukses dari kita, tapi pernahkan kita iri kepada orang yang melawan rasa kantuknya untuk berduaan dengaNya di tengah malam, karena ia tidak tahu bagaimana nasibnya diakhirat kelak, pernahkah kita iri kepada orang yang lidahnya sering menyebut namaNya dan selalu hadir hati padaNya, pernahkah kita iri kepada seorang pendosa yang bertobat dan dengan tobatnya itu ia memperoleh “loncatan spiritual” yaitu mata yang sering menangis dibanding orang-orang yang jarang berbuat dosa, pernahkah kita iri kepada orang-orang yang benar-benar menjadi hamba Allah, bukan hamba manusia maupun asbab, bukan hamba dunia, kesenangan, dan syaitan dan bukan pula hamba cinta dan kedudukan di sisi manusia yang terpengaruh oleh penerimaan dan penolakan mereka, dengan pujian dan celaan mereka?


Makassar, 6 Agustus 2008

Perkembangan Bursa Buka Puasa Sampai Hari ke-15

PISANG IJO terlalu tangguh diposisi teratas, dikawal ketat juara musim lalu ES BUAH pada posisi ke 2, ES CENDOL turun di posisi 3, disusul pendatang baru ES KELAPA MUDA . BARONGKO masih diposisi 5 dibayangi SIROP SUSU diposisi 6. Sementara ONDE-ONDE dizona degradasi.



Sumber : Kiriman SMS seorang sahabat dengan sedikit modifikasi.

Minggu, 12 Desember 2010

Ya Tarim wa ahlaha

Nama kota Tarim diambil dari nama seorang penguasa yang membangun kota tersebut, yaitu Tarim bin Hadramaut. menurut sumber lain dikatan bahwa yang membangun kota Tarim adalah Sa'ad Al-Kamil. Adapun sebutan lain dari kota Tarim adalah Al-Ghanna, yang artinya suatu tempat yang sangat subur. Disebut demikian karena di kota Tarim banyak terdapat tempat-tempat rimbun, banyak pohon-pohon besar yang tumbuh dan banyak pula sumber-sumber airnya.

Kota Tarim disebut juga Madinah As-Shiddiq. Hal ini disebabkan pada saat khalifah Abubakar Ash-Shiddiq meminta sumpah setia penguasa kota Tarim pada saat itu yang bernama Ziyad bin Lubaid Al-Anshory, maka penguasa kota Tarim tersebut memberikan sumpah setianya dan kemudian diikuti oleh semua penduduk kota Tarim tanpa ada yang tertinggal.

Ketika berita ini disampaikan kepada khalifah Abubakar Ash-Shiddiq lewat surat, maka beliau berdoa untuk penduduk kota Tarim dengan 3 macam permohonan :
  1. semoga kota Tarim diberi kemakmuran
  2. semoga kota Tarim diberikan berkah sumber airnya
  3. semoga kota Tarim dipenuhi oleh orang-orang sholeh sampai hari kiamat
As-Syeikh Muhammad bin Abubakar Ba'ibad berkata, "Sesungguhnya Abubakar Ash-Shiddiq r.a pernah memberi doa secara khusus bagi penduduk Tarim." Ketika kisah tadi disebutkan didepan beliau, beliau pernah berkata, "Sungguh amat beruntung penduduk kota Tarim."

Kota Tarim selain amat subur, kota ini juga pusat berkumpulnya wali-wali Allah, ulama-ulama besar, para penulis terkemuka. Kota ini juga merupakan pusat segala ilmu agama, pusat kegiatan tauhid dan keimanan. Pernah dituturkan oleh As-Syeikh Al-'Arif Billah Ali bin Salim, "Sesungguhnya yang berdiri di shof pertama di Masjid Jami' kota Tarim pada saat ibadah sholat Jum'at, semuanya adalah para ulama yang sholeh."

Salah satu keistimewaan kota Tarim adalah kota ini selalu dikunjungi orang dengan maksud yang amat penting, misalnya untuk mengambil barokah, menuntut ilmu, berziarah kepada wali-wali Allah dan bukan seperti kota-kota lain yang dikunjungi orang untuk mencari keuntungan yang bersifat duniawi.

Keistimewaan kota Tarim yang lain adalah disinilah banyak tersebar anak cucu Ahlul Bait Rasullullah SAW. Mereka tumbuh pesat dengan di tanah yang penuh dengan kebaikan, mulia perilaku dan darah keturunan penduduknya. Pernah suatu kali Rasullullah SAW bersabda, "Sesungguhnya aku benar-benar mencium harumnya karunia Tuhan Yang Maha Pemurah dari Yaman. Berapa banyak mata air kemurahan dan hikmah yang terpencar dari sana." Salah seorang sufi mengatakan bahwa yang dimaksud hadits tersebut tidak lain adalah penduduk kota Tarim.




[Disarikan dari Al-Bidh'at Al-Muhammadiyyah Ath-Thoohiroh, dalam edisi terjemahannya Alawiyyin : Asal Usul & Peranannya, karangan As-Sayyid Alwi bin Muhammad bin Ahmad Bilfaqih, hal. 7-9]


Sumber : www.almuhajir.net

Sejarah....Seberapa Penting Sih?, Sebuah Catatan dari Kopi Darat Blogger Peduli Sejarah

Kesan tak terawat langsung tertancap di batok memoriku ini ketika saya tiba di depan  Museum kota Makassar, Senin 18 Agusutus 2008. Gedung itu catnya telah tua dan di beberapa sudut bangunannya terdapat kerusakan.  Belum ada keramaian Blogger disana, hanya tampak seorang wanita berjilbab, “Mungkin ia juga peserta” kataku dalam hati .  Kuambil Handpone di kantong celanaku.  Jam Handphone menunjukkan pukul 8:16 Wita. “pantas belum ada orang” aku membatin.

Di halaman  depan Museum kota itu, tepatnya pukul 8:30, seharusnya semua Blogger yang ikut dalam acara kumpul Blogger yang diadakan Komunitas Blogger Makassar Angingmammiri.org  sudah terkumpul. Tapi sampai waktu yang telah ditentukan, para Blogger belum seluruhnya terkumpul.  “Ini Indonesia bung” pikirku, dimana selain korupsi, sogok menyogok dan uang pelicin, kebiasaan tidak tepat waktu alias “jam karet” telah membudaya di negeri yang baru saja merayakan kemerdekaannya ini.  Anehnya aku tetap saja menggeber motorku  dengan kecepatan tinggi ketika aku berangkat menuju Museum kota itu karena takut terlambat. Budaya “jam karet” memantik memoriku mengingat perkataan Syaikh Muhammad Abduh, seorang ulama modernis diawal abad 20.  Beliau berujar “di barat kutemukan islam walaupun tidak ada muslim disana, di timur (negeri islam) tidak kutemukan islam walaupun disana banyak muslim”.  Pernyataan Syaikh Muhammad Abduh itu tidak sepenuhnya benar, tapi untuk urusan disiplin waktu, antri, kasih sayang terhadap binatang kita masih kalah sama orang-orang di barat sana.  Padahal islam adalah agama universal yang juga mengajarkan hal-hal tersebut.

Pukul 9:30 teman-teman Blogger semua telah terkumpul.  Panitia mengucapkan banyak terima kasih kepada kami karena tidak menyangka jumlah peserta yang lebih banyak dibanding acara sebelumnya.  Kami kemudian dibagi menjadi 6 kelompok, masing-masing kelompok diberi secarik kertas berisi pertanyaan mengenai tempat-tempat bersejarah yang akan kami  kunjungi dan panitia telah menyiapkan hadiah kepada kelompok yang paling banyak menjawab pertanyaan dengan benar.

Kopi darat yang bertema “Blogger peduli sejarah itu” rencananya akan mengungjungi tempat-tempat bersejarah di Kota Makassar dan Kabupaten Gowa.  Dimulai dari Museum kota Makassar, terus ke Museum Karaeng Pattingalloang. dan Benteng Somba Opu Kabupaten Gowa serta berakhir di Benteng Fort Rotterdam.

Setelah pembagian kelompok di halaman depan, kami mulai memasuki Museum kota itu dan kesan tak terawat masih terus menancap di batok memoriku ini.  Pak Suhardi sang pemandu  membawa kami  memasuki ruangan yang berisi sisa peninggalan perang melawan Belanda di tahun 1600-an, salah satunya yaitu bola meriam sisa hasil peperangan.  Selain itu terdapat pula foto kota Makassar tempo dulu.  Disana juga terpampang lukisan Syaikh Yusuf al Makassari, salah satu penyebar Islam disulawesi selatan, selain Datuk Ribandang, Datuk Ditiro, Datuk Patimang, Sayyid Jamaluddin al Akbar dan Imam Lapeo.  Mengapa lukisan Syaikh Yusuf ada disini, padahal ruangan ini bertema perang melawan belanda dan sejarah kota Makassar” tanyaku dalam hati.  Untuk sementara kupendam dulu tanyaku.  kudengarkan penjelasan Pak Suhardi , ia tampak begitu bersemangat.  Barang peninggalan sejarah diruangan itu semuanya telah dijelaskan oleh Pak Suhardi kecuali lukisan syaikh Yusuf.  Ketika mendekati lukisan itu, pak Suhardi berujar “maaf semestinya lukisan ini berada di ruangan yang lain, tapi karena ruangannya rusak, ia dipindahkan disini.  Sebenarnya aku ingin menanyakan mengenai Syaikh Yusuf, dimanakah makam beliau sebenarnya?. Makam beliau terdapat di dua tempat yaitu, di Capetown Afrika Selatan dan di Ko`bang Kabupaten Gowa.  Menurut sebagian orang di daerah ini bahwa orang-orang Gowa berangkat ke Capetown mengambil jenazah Syaikh Yusuf. Tapi kupikir diakhir acara saja.

Pak Suhardi membawa kami keruang tengah, disana terdapat berbagai foto peristiwa seperti foto penyambutan PSM Makassar setelah menjuarai musim kompetisi 59/60, foto kepulangan tentara jepang dan yang lainnya.  Dilantai dasar Museum kota itu juga terdapat ruangan PDAM dan TVRI memorial yang berisi peralatan  awal yang dgunakan oleh  kedua instansi pemerintah tersebut.  Menurut Pak Suhardi sebenarnya barang peninggalan PDAM dan TVRI itu belum layak dimuseumkan, karena barang tersebut masih berumur 30 tahun sedangkan syarat barang itu dimuseumkan minimal 50 tahun.

Kami beranjak menuju lantai dua Museum itu, disana terdapat ruangan kerja dewan kota. Di dalam ruangan itu terdapat empat meja panjang yang membentuk formasi segiempat, di salah satu meja panjang itu berjejer 6 buah kursi yang berdiri dengan kokohnya, setelah itu kami pun turun. Pak Suhardi membawa kami ke dua buah ruangan yang cat temboknya sudah terlepas dan atapnya sudah rusak.  Benda di dua ruangan yang rusak itu dipindahkan keruangan lain sehingga ruangan di Museum itu tidak sesuai dengan tema yang kulihat pada brosur yang dibagikan oleh salah satu pegawai di Museum Kota itu.  Sebelumnya saya sempat ke halaman belakang, sama halnya dengan halaman depan beberapa bagian dari bangunan Museum itu tampak rusak, begitupun yang kutemukan dilantai dua. Ruangan yang rusak di lantai dasar itu merupakan akhir perjalanan kami menyusuri museum kota.  Kami kembali kehalaman depan, selanjutnya panitia memberikan kami games.

Menjelang pukul 11.00 Wita, kami menuju lokasi selanjutnya yaitu Museum Karaeng Pattingalloang dan Benteng Somba Opu.  Nama Karaeng Pattingalloang sendiri adalah nama sosok yang baru kudengar.  Dalam sejarah Sulawesi Selatan, saya hanya merekam nama-nama semisal Sultan Hasanuddin, Arung Palakka, Syaikh Yusuf.  Begitupun ketika aku duduk di bangku sekolah, nama Karaeng Pattingalloang seingatku tidak pernah kudengar dari mulut guru-guruku.

Kami tiba di lokasi pukul 11.30 Wita, karena sudah dekat waktu Dhuhur kami memutuskan untuk istirahat dan shalat.  Sehabis istirahat kamipun memasuki Museum Karaeng Pattingalloang yang berada di kompleks Benteng Somba Opu, sayangnya tanpa disertai pemandu, karena salah satu keluarga pemandu meninggal dunia.  Tanpa pemandu kami tidak banyak memperoleh informasi sejarah dilokasi ini.  Mengenai Karaeng Pattingalloang sendiri, saya hanya mengetahui bahwa beliau adalah Raja kerajaan Tallo yang sangat yang sangat fasih dalam bahasa asing, itu saja.  Hal itu kuketahui setelah membaca sekilas tentang beliau di Museum ini. Ketidakhadiran sang pemandu membuatku agak kurang bersemangat mengambil gambar di dalam museum itu.  Museum yang bercat hijau yang dindingnya terbuat dari kayu itu di dalamnya terdapat koleksi batu bata, pakaian adat, lukisan dan yang lainnya.  Setelah dari Museum Karaeng Pattingalloang, kami bergerak menuju Benteng Somba Opu.

Sebagai seorang blogger, narsis itu perlu” ujar salah seorang teman ketika ketika teman yang lain asyik berfoto ria setibanya di benteng itu. Selanjutnya kami menuju sebuah makam yang masih di area Benteng Somba Opu, entah makam siapa, sekali lagi ketidakhadiran sang pemandu membuatku enggan bertanya kepada bapak tua yang mungkin ia penjaga atau juru kunci makam tersebut.  Kami hanya mengambil gambar Benteng itu dari berbagai sudut, tanpa informasi apa-apa.  Selanjutnya panitia memberikan kami games, setelah itu kami meninggalkan Benteng yang didirikan pada awal abad ke-16 itu menuju  Benteng Fort Rotterdam.

Pukul 2.30 kami tiba di Benteng Fort Rotterdam, pemandu membawa kami ke sebuah ruangan di dominasi koleksi keramik berbagai dinasti China dan juga keramik dari Vietnam. Sang pemandu memberikan penjelasan begitu singkat sehingga kami berpindah dengan cepat dari satu ruangan keruangan lainnya.  “Pak Suhardi, pemandu di Museum kota lebih baik, ia memberikan penjelasan dengan detail mengenai benda atau objek sejarah dan ia begitu bersemangat” aku membatin.  Kami beralih ke Museum Lagaligo, ternyata di museum ini terdiri banyak ruangan semisal ruangan warisan budaya kerajaan Luwu, Bone, Gowa dan ruangan-runan lainnya, diruang lainnya terdapat miniatur perahu pinisi, baju perang Mamasa dan masih banyak lagi.  “mungkin ini yang membuat pemandu memberikan penjelasan yang singkat,butuh waktu yang lama jika ingin dijelaskan secara mendetail”, pikirku.

Diantara ruangan di museum Lagaligo itu, yang membuatku tercengang sekaligus bahagia yaitu ruangan yang di dalamnya terdapat foto-foto ulama besar di Sulawesi Selatan semisal K.H Muhammad Thahir atau yang lebih dikenal dengan sebutan imam Lapeo.  Imam Lapeo adalah ulama kharismatik  di tanah mandar, beliau adalah seorang waliullah yang harus berhadapan dengan penganut ilmu hitam yang banyak di daerah itu diawal dakwahnya.  Terdapat pula foto K.H. Muhammad A`sad pendiri pesantren A`saddiyah di Sengkang dan beberapa ulama lainnya.  “Muhtar Lutfhi ternyata seorang ulama” aku membatin ketika retinaku ini membaca keterangan dibawah foto beliau.  Nama beliau diabadikan sebagai nama jalan disalah satu sudut kota makassar, tanpa embel-embel gelar KH. Jadi awalnya kukira beliau seorang pahlawan.  Teman Blogger mulai meninggalkan ruangan itu.  Aku terus memuaskan hasratku memandang wajah-wajah ulama di ruangan itu, aku memotret mereka satu per satu, tanpa terasa tinggal aku sendirian di ruangan itu.

Ruangan itu merupakan ruangan terakhir yang kami kunjungi, tidak jauh dari ruang tahanan pangeran diponegoro kami semua berkumpul, setelah foto bareng , panitia meminta kami mengumpulkan secarik kertas yang dibagikan kepada masing-masing kelompok diawal acara tadi, panitia mengumumkan kelompok yang menjadi pemenangnya, ternyata bukan kelompokku, tapi tak apalah, bagiku kegiatan ini sudah cukup menghibur.

Di depan Benteng Fort Rotterdam, kami semua berpisah, sebelumnya panitia memberikan ucapan terima kasih atas keikutrsertaan kami dalam acara ini.  Maka berakhirlah kopi darat Blogger makassar yang bertemakan Blogger Peduli Sejarah ini.

“Sejarah, seberapa penting sih di untuk penduduk negeri ini, aku membatin”.  Sebagaimana yang pernah diutarakan oleh Thomas C.O Guinn, bahwa masyarakat abad 21 segalanya mengenai selebriti.  Selebriti memang sosok nomor wahid di negeri ini, berita-berita tentang selebriti tiap hari berseliweran di statiun TV. Model rambut, model pakaian menjadi ikutan anak-anak muda di negeri ini. Kita-kita ini memang lebih banyak tahu mengenai kehidupan pribadi artis dibanding informasi-informasi  mengenai kemiskinan, kemelaratan negeri ini.  Apalagi soal sejarah, sejarah seberapa penting sih di negeri?.

Sebenarnya kontroversi mengenai lokasi makam Syaikh Yusuf, mengenai masih hidup atau meninggalnya Kahar Muzakkar maupun kisah Arung Palakka yang bersama penjajah Belanda  melawan Sultan Hasanuddin, apakah ia penghianat atau pahlawan sebagaimana yang ia telah terima tidak lama ini dapat memantik keingingan kita untuk lebih banyak belajar mengenai sejarah dan mudah-mudahan itu akan bermuara kepada kepedulian kita kepada sejarah itu sendiri.  Tapi kilauan pesona dunia selebriti yang didakwahkan oleh berbagai media, membuat kita ogah untuk mengenal kantong-kangtong kemiskinan di negeri ini, apalagi soal sejarah.

Terlepas dari itu semua, kegiatan kopi darat yang digagas Komunitas Blogger Angingmammiri.org  yang bertemakan “Blogger peduli sejarah” itu, merupakan serpihan kenangan indah yang tidak akan pernah kulupakan dan akan kusimpan di dalam laci rindu kehidupanku. Kerinduan akan kopi darat selanjutnya telah menyusup bahkan ketika kenangan indah Kopi Darat ini belum jua sirna.  Kutunggu kopi darat selanjutnya.

Makassar 28 Agustus 2008

Senin, 06 Desember 2010

Tidak Boleh Menentang Takdir Allah 2

Lanjutan Sebelumnya
 
Pada Ahad Pagi, 3 Syawal 545 H. Syaikh Abdul-Qadir AL-Jailani berceramah sebagai berikut :


……..Wahai ghulam, tidurlah di dalam pelukan takdir berbantalkan sabar, berselimut pasrah, sambil beribadah menantikan pertolongan Allah swt. Jika kamu berbuat demikian, Allah swt. akan melimpahkan karunia yang tidak kamu duga. Menyerahlah kepada ketentuan Allah swt., terimalah pesan ini. Kepasrahanku kepada takdir telah membuatku semakin dekat dengan Dzat Yang Maha menentukan. Kemarilah, kita bersimpuh di hadapan Allah swt., dan bersimpuh kepada takdir dan perbuatan-Nya. Kita tundukkan zhahir dan batin kita. Kita menerima takdir dan berjalan di atasnya. Kita memuliakan utusan raja karena melihat yang mengutusnya. Jika kita bersikap demikian terhadap-Nya, sikap itu akan mengantarkan kita untuk bershuhbah kepada-Nya.

“Di sana pertolongan itu hanya dari Allah Yang Hak.“ {Q.s. Al-Kahfi: 4}.

Engkau akan minum dari lautan Ilmu-Nya, memakan dari gugusan karunia-Nya, dan berbahagia dengan sentuhan rahmat-Nya. Sungguh, keadaan ini hanya diberikan kepada satu di antara sejuta orang. Wahai ghulam, engkau harus selalu bertakwa, janganlah mengikuti nafsu dan kawan-kawan yang jahat. Seorang mukmin tidak boleh lelah dalam memerangi mereka. Janganlah memasukkan pedang ke dalam sarungnya, bahkan jangan turun dari keduanya. Dia tidur seperti para wali, makan ketika telah lapar, yang dibicarakan dan diam telah menjadi perangai mereka. Hanya ketentuan Allah dan perbuatan Allah yang membuat mereka berbicara. Allah swt. yang menggerakkan lidah mereka untuk berbicara sebagaimana Allah akan menggerakkan anggota badan mereka untuk berbicara kelak pada Hari Kiamat. Allah swt. yang menjadikan sesuatu dapat berbicara sebagaimana menjadikan benda-benda dapat berbicara. Dia menyediakan sebab berbicara sehingga mereka dapat berbicara. Jika Allah swt. menghendaki itu semua untuk mereka, maka Allah akan menyediakannya. Allah swt. telah menghendaki agar berita gembira dan peringatan itu sampai kepada manusia. Agar kelak dapat meminta pertanggungjawaban ke atas mereka, maka Allah swt. telah mengutus para nabi dan rasul a.s.. Manakala Allah swt. telah mengirim para ulama untuk meneruskan kerja tersebut, maka Allah swt. telah mengirim para ulama untuk meneruskan kerja tersebut dan membangun umat manusia. Nabi saw. telah bersabda, "Ulama adalah pewaris para nabi."
Bersyukurlah kepada Allah swt. atas segala nikmat-Nya dan pandanglah bahwa kenikmatan itu datang dari-Nya, sebagaimana Dia telah berfirman:

"Dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka dari Allah-lah (datangnya)." {Q.s. An-Nahl: 531}.

Di manakah rasa syukurmu wahai orang-orang yang bergelimang dalam kenikmatan-Nya? Wahai orang yang menganggap kenikmatan itu datang dari selain-Nya. Terkadang engkau menganggap kenikmatan itu datang dari selain¬ya, terkadang engkau meremehkannya, terkadang engkau memandang pada sesuatu yang tidak ada padamu, bahkan terkadang engkau menggunakannya untuk mendurhakai-Nya.

Wahai ghulam, dalam kesunyianmu, engkau memerlukan sifat wara' untuk mengeluarkan dirimu dari kemaksiatan dan kesalahan. Engkau juga perlu bermuraqabah supaya menyadarkanmu mengenai pandangan-Nya kepadamu. Dalam kesunyianmu, engkau memerlukan hal itu. Kemudian engkau harus memerangi nafsu keinginan dan syaitan. Kebanyakan manusia binasa disebabkan oleh dosa. Kebanyakan ahli zuhud binasa, disebabkan oleh syahwat, dan kebanyakan wali binasa disebabkan oleh pikiran mereka pada waktu khalwat. Sedangkan para shiddiqin terkadang binasa karena kelengahan sekejap. Jadi, kesibukan mereka adalah menjaga hatinya. Karena mereka tertidur di pintu raja, mereka bangkit untuk berdakwah menyeru manusia agar mengenal Allah swt.. Tidak henti-hentinya mereka menyeru hati manusia. Mereka berkata, "Wahai hati, wahai ruh, wahai manusia dan jin, wahai yang menghendaki Allah, marilah menuju pintu Allah swt.. Berlarilah kemari dengan langkah-langkah hatimu, dengan langkah-langkah takwa dan Tauhidmu. Ma'rifat, wara', dan zuhud dari sesuatu selain-Nya lalah kesibukan para wali. Cita-cita mereka adalah kebaikan umat. Cita-cita mereka adalah memenuhi langit dan bumi.

Wahai ghulam, tinggalkan nafsu dan keinginanmu. Jadilah bumi di bawah telapak kaki para wali itu dan tanah di depan mereka. Al-Haq Azza wa Jalla telah mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup. Dia mengeluarkan Nabi Ibrahim a.s. dari kedua ibu bapaknya yang mati dalam kekufuran. Orang mukmin itu ibarat hidup sedang orang kafir itu ibarat mati. Orang yang bertauhid itu hidup, sedangkan orang musyrik itu mati. Oleh karena itu Allah Swt. berfirman dalam hadits Qudsi:

"Orang yang pertama kali mati di antara makhluk-Ku adalah Iblis "

Yakni dia telah mendurhakai Allah swt. sehingga mati dengan sebab kemaksiatannya. Sekarang adalah zaman akhir, pada zaman ini telah muncul pasar kemunafikan dan kebohongan. Janganlah engkau duduk bersama orang-orang munafik, para pendusta dan pembohong. Celaka engkau; nafsumu pendusta, munafik, dan kufur, bahkan durhaka dan musyrik. Bagaimana engkau duduk dengannya? Tinggalkan ia dan jangan engkau ikuti bisikannya. Penjarakan ia. Berikan haknya saja, jangan lebih dari itu. Tahanlah ia dengan mujahadah. Adapun keinginan, tunggangilah ia agar jangan sampai menunggangimu. Juga watak, jangan temani ia. la seperti anak kecil yang belum berakal. Bagaimana mungkin engkau bisa belajar dari anak kecil? Syaitan adalah musuhmu dan,musuh ayahmu (Adam as). Bagaimana mungkin engkau dapat berdampingan dengannya? Engkau tidak akan selamat. Dia telah membunuh ayah dan ibumu. Jika engkau lengah sedikit saja, ia pasti akan membunuhmu. Jadikanlah takwa sebagai senjatamu. Kemudian tauhid, muraqabah, wara', shidiq, dan memohon pertolongan Allah swt. sebagai pasukanmu. Pedang dan pasukan itu akan menghancurkan syaitan dan tentaranya. Setelah itu engkau akan menang karena Allah swt. bersamamu.


Bersambung, Insya Allah