Nama Aliran
Wahabi ini diambil dari nama pendirinya, Muhammad bin Abdul Wahab (lahir
di Najed tahun 1111 H / 1699 M). Asal mulanya dia adalah seorang
pedagang yang sering berpindah dari satu negara ke negara lain dan
diantara negara yang pernah disinggahi adalah Baghdad, Iran, India dan
Syam. Kemudian pada tahun 1125 H / 1713 M, dia terpengaruh oleh seorang
orientalis Inggris bernama Mr. Hempher yang bekerja sebagai mata-mata
Inggris di Timur Tengah. Sejak itulah dia menjadi alat bagi Inggris
untuk menyebarkan ajaran barunya. Inggris memang telah berhasil
mendirikan sekte-sekte bahkan agama baru di tengah umat Islam seperti
Ahmadiyah dan Baha’i. Bahkan Muhammad bin Abdul Wahab ini juga termasuk
dalam target program kerja kaum kolonial dengan alirannya Wahabi.
Mulanya
Muhammad bin Abdul Wahab hidup di lingkungan sunni pengikut madzhab
Hanbali, bahkan ayahnya Syaikh Abdul Wahab adalah seorang sunni yang
baik, begitu pula guru-gurunya. Namun sejak semula ayah dan guru-gurunya
mempunyai firasat yang kurang baik tentang dia bahwa dia akan sesat dan
menyebarkan kesesatan. Bahkan mereka menyuruh orang-orang untuk
berhati-hati terhadapnya. Ternyata tidak berselang lama firasat itu
benar. Setelah hal itu terbukti ayahnya pun menentang dan memberi
peringatan khusus padanya. Bahkan kakak kandungnya, Sulaiman bin Abdul
Wahab, ulama besar dari madzhab Hanbali, menulis buku bantahan kepadanya
dengan judul As-Sawa’iqul Ilahiyah Fir Raddi Alal Wahabiyah. Tidak
ketinggalan pula salah satu gurunya di Madinah, Syekh Muhammad bin
Sulaiman AI-Kurdi as-Syafi’i, menulis surat berisi nasehat: “Wahai Ibn
Abdil Wahab, aku menasehatimu karena Allah, tahanlah lisanmu dari
mengkafirkan kaum muslimin, jika kau dengar seseorang meyakini bahwa
orang yang ditawassuli bisa memberi manfaat tanpa kehendak Allah, maka
ajarilah dia kebenaran dan terangkan dalilnya bahwa selain Allah tidak
bisa memberi manfaat maupun madharrat, kalau dia menentang bolehlah dia
kau anggap kafir, tapi tidak mungkin kau mengkafirkan As-Sawadul A’zham
(kelompok mayoritas) diantara kaum muslimin, karena engkau menjauh dari
kelompok terbesar, orang yang menjauh dari kelompok terbesar lebih dekat
dengan kekafiran, sebab dia tidak mengikuti jalan muslimin.”
Sebagaimana
diketahui bahwa madzhab Ahlus Sunah sampai hari ini adalah kelompok
terbesar. Allah Azza wa Jalla berfirman: “Dan barang siapa yang
menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan
yang bukan jalan orang-orang mukmin, kami biarkan ia leluasa terhadap
kesesatan yang telah dikuasainya itu (Allah biarkan mereka bergelimang
dalam kesesatan) dan kami masukkan ia ke dalam jahannam, dan jahannam
itu seburuk-buruk tempat kembali.” (QS: An-Nisa 4:115).
Salah satu
dari ajaran yang (diyakini oleh Muhammad bin Abdul Wahab, adalah
mengkufurkan kaum muslim sunni yang mengamalkan tawassul, ziarah kubur,
maulid nabi, dan lain-lain. Berbagai dalil akurat yang disampaikan
ahlussunnah wal jama’ah berkaitan dengan tawassul, ziarah kubur serta
maulid, ditolak tanpa alasan yang dapat diterima. Bahkan lebih dari itu,
justru berbalik mengkafirkan kaum muslimin sejak 600 tahun sebelumnya,
termasuk guru-gurunya sendiri.
Pada satu
kesempatan seseorang bertanya pada Muhammad bin Abdul Wahab, “Berapa
banyak Allah membebaskan orang dari neraka pada bulan Ramadhan?” Dengan
segera dia menjawab, “Setiap malam Allah membebaskan 100 ribu orang, dan
di akhir malam Ramadhan Allah membebaskan sebanyak hitungan orang yang
telah dibebaskan dari awal sampai akhir Ramadhan” Lelaki itu bertanya
lagi “Kalau begitu pengikutmu tidak mencapai satu persen pun dari jumlah
tersebut, lalu siapakah kaum muslimin yang dibebaskan Allah tersebut?
Dari manakah jumlah sebanyak itu? Sedangkan engkau membatasi bahwa hanya
pengikutmu saja yang muslim.” Mendengar jawaban itu Ibn Abdil Wahab pun
terdiam seribu bahasa. Sekalipun demikian Muhammad bin Abdul Wahab
tidak menggubris nasehat ayahnya dan guru-gurunya itu.
Dengan
berdalihkan pemurnian ajaran Islam, dia terus menyebarkan ajarannya di
sekitar wilayah Najed. Orang-orang yang pengetahuan agamanya minim
banyak yang terpengaruh. Termasuk diantara pengikutnya adalah penguasa
Dar’iyah, Muhammad bin Saud (meninggal tahun 1178 H / 1765 M) pendiri
dinasti Saudi, yang dikemudian hari menjadi mertuanya. Dia mendukung
secara penuh dan memanfaatkannya untuk memperluas wilayah kekuasaannya.
Ibn Saud sendiri sangat patuh pada perintah Muhammad bin Abdul Wahab.
Jika dia menyuruh untuk membunuh atau merampas harta seseorang dia
segera melaksanakannya dengan keyakinan bahwa kaum muslimin telah kafir
dan syirik selama 600 tahun lebih, dan membunuh orang musyrik dijamin
surga.
Sejak semula
Muhammad bin Abdul Wahab sangat gemar mempelajari sejarah nabi-nabi
palsu, seperti Musailamah Al-Kadzdzab, Aswad Al-Ansiy, Tulaihah
Al-Asadiy dll. Agaknya dia punya keinginan mengaku nabi, ini tampak
sekali ketika ia menyebut para pengikut dari daerahnya dengan julukan
Al-Anshar, sedangkan pengikutnya dari luar daerah dijuluki Al-Muhajirin.
Kalau seseorang ingin menjadi pengikutnya, dia harus mengucapkan dua
syahadat di hadapannya kemudian harus mengakui bahwa sebelum masuk
Wahabi dirinya adalah musyrik, begitu pula kedua orang tuanya. Dia juga
diharuskan mengakui bahwa para ulama besar sebelumnya telah mati kafir.
Kalau mau mengakui hal tersebut dia diterima menjadi pengikutnya, kalau
tidak dia pun langsung dibunuh. Muhammad bin Abdul Wahab juga sering
merendahkan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dengan dalih pemurnian
akidah, dia juga membiarkan para pengikutnya melecehkan Nabi di
hadapannya, sampai-sampai seorang pengikutnya berkata : “Tongkatku ini
masih lebih baik dari Muhammad, karena tongkat-ku masih bisa digunakan
membunuh ular, sedangkan Muhammad telah mati dan tidak tersisa
manfaatnya sama sekali. Muhammad bin Abdul Wahab di hadapan pengikutnya
tak ubahnya seperti Nabi di hadapan umatnya. Pengikutnya semakin banyak
dan wilayah kekuasaan semakin luas. Keduanya bekerja sama untuk
memberantas tradisi yang dianggapnya keliru dalam masyarakat Arab,
seperti tawassul, ziarah kubur, peringatan Maulid dan sebagainya. Tak
mengherankan bila para pengikut Muhammad bin Abdul Wahab lantas
menyerang makam-makam yang mulia. Bahkan, pada 1802, mereka menyerang
Karbala-Irak, tempat dikebumikan jasad cucu Nabi Muhammad Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam, Husein bin Ali bin Abi Thalib. Karena makam tersebut
dianggap tempat munkar yang berpotensi syirik kepada Allah. Dua tahun
kemudian, mereka menyerang Madinah, menghancurkan kubah yang ada di atas
kuburan, menjarah hiasan-hiasan yang ada di Hujrah Nabi Muhammad
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Keberhasilan
menaklukkan Madinah berlanjut. Mereka masuk ke Mekkah pada 1806, dan
merusak kiswah, kain penutup Ka’bah yang terbuat dari sutra. Kemudian
merobohkan puluhan kubah di Ma’la, termasuk kubah tempat kelahiran Nabi
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, tempat kelahiran Sayyidina Abu Bakar dan
Sayyidina Ali, juga kubah Sayyidatuna Khadijah, masjid Abdullah bin
Abbas. Mereka terus menghancurkan masjid-masjid dan tempat-tempat kaum
solihin sambil bersorak-sorai, menyanyi dan diiringi tabuhan kendang.
Mereka juga mencaci-maki ahli kubur bahkan sebagian mereka kencing di
kubur kaum solihin tersebut. Gerakan kaum Wahabi ini membuat Sultan
Mahmud II, penguasa Kerajaan Usmani, Istanbul-Turki, murka. Dikirimlah
prajuritnya yang bermarkas di Mesir, di bawah pimpinan Muhammad Ali,
untuk melumpuhkannya. Pada 1813, Madinah dan Mekkah bisa direbut
kembali. Gerakan Wahabi surut. Tapi, pada awal abad ke-20, Abdul Aziz
bin Sa’ud bangkit kembali mengusung paham Wahabi. Tahun 1924, ia
berhasil menduduki Mekkah, lalu ke Madinah dan Jeddah, memanfaatkan
kelemahan Turki akibat kekalahannya dalam Perang Dunia I. Sejak itu,
hingga kini, paham Wahabi mengendalikan pemerintahan di Arab Saudi.
Dewasa ini pengaruh gerakan Wahabi bersifat global. Riyadh mengeluarkan
jutaan dolar AS setiap tahun untuk menyebarkan ideologi Wahabi. Sejak
hadirnya Wahabi, dunia Islam tidak pernah tenang penuh dengan pergolakan
pemikiran, sebab kelompok ekstrem itu selalu menghalau pemikiran dan
pemahaman agama Sunni-Syafi’i yang sudah mapan.
Kekejaman
dan kejahilan Wahabi lainnya adalah meruntuhkan kubah-kubah di atas
makam sahabat-sahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang berada di
Ma’la (Mekkah), di Baqi’ dan Uhud (Madinah) semuanya diruntuhkan dan
diratakan dengan tanah dengan mengunakan dinamit penghancur. Demikian
juga kubah di atas tanah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dilahirkan,
yaitu di Suq al Leil diratakan dengan tanah dengan menggunakan dinamit
dan dijadikan tempat parkir onta, namun karena gencarnya desakan kaum
Muslimin International maka dibangun perpustakaan. Kaum Wahabi
benar-benar tidak pernah menghargai peninggalan sejarah dan menghormati
nilai-nilai luhur Islam. Semula AI-Qubbatul Khadra (kubah hijau) tempat
Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dimakamkan juga akan
dihancurkan dan diratakan dengan tanah tapi karena ancaman International
maka orang-orang biadab itu menjadi takut dan mengurungkan niatnya.
Begitu pula seluruh rangkaian yang menjadi manasik haji akan
dimodifikasi termasuk maqom Ibrahim akan digeser tapi karena banyak yang
menentangnya maka diurungkan.
Pengembangan
kota suci Makkah dan Madinah akhir-akhir ini tidak mempedulikan
situs-situs sejarah Islam. Makin habis saja bangunan yang menjadi saksi
sejarah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan sahabatnya.
Bangunan itu dibongkar karena khawatir dijadikan tempat keramat. Bahkan
sekarang, tempat kelahiran Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam terancam
akan dibongkar untuk perluasan tempat parkir. Sebelumnya, rumah
Rasulullah pun sudah lebih dulu digusur. Padahal, disitulah Rasulullah
berulang-ulang menerima wahyu. Di tempat itu juga putra-putrinya
dilahirkan serta Khadijah meninggal.
Islam dengan
tafsiran kaku yang dipraktikkan Wahabisme paling punya andil dalam
pemusnahan ini. Kaum Wahabi memandang situs-situs sejarah itu bisa
mengarah kepada pemujaan berhala baru. Pada bulan Juli yang lalu, Sami
Angawi, pakar arsitektur Islam di wilayah tersebut mengatakan bahwa
beberapa bangunan dari era Islam kuno terancam musnah. Pada lokasi
bangunan berumur 1.400 tahun Itu akan dibangun jalan menuju menara
tinggi yang menjadi tujuan ziarah jamaah haji dan umrah.
“Saat ini
kita tengah menyaksikan saat-saat terakhir sejarah Makkah. Bagian
bersejarahnya akan segera diratakan untuk dibangun tempat parkir,”
katanya kepada Reuters. Angawi menyebut setidaknya 300 bangunan
bersejarah di Makkah dan Madinah dimusnahkan selama 50 tahun terakhir.
Bahkan sebagian besar bangunan bersejarah Islam telah punah semenjak
Arab Saudi berdiri pada 1932. Hal tersebut berhubungan dengan maklumat
yang dikeluarkan Dewan Keagamaan Senior Kerajaan pada tahun 1994. Dalam
maklumat tersebut tertulis, “Pelestarian bangunan bangunan bersejarah
berpotensi menggiring umat Muslim pada penyembahan berhala.” (Mirip
Masonic bukan?)
Nasib situs
bersejarah Islam di Arab Saudi memang sangat menyedihkan. Mereka banyak
menghancurkan peninggalan-peninggalan Islam sejak masa Ar-Rasul
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Semua jejak jerih payah Rasulullah itu
habis oleh modernisasi ala Wahabi. Sebaliknya mereka malah mendatangkan
para arkeolog (ahli purbakala) dari seluruh dunia dengan biaya ratusan
juta dollar untuk menggali peninggalan-peninggalan sebelum Islam baik
yang dari kaum jahiliyah maupun sebelumnya dengan dalih obyek wisata.
Kemudian dengan bangga mereka menunjukkan bahwa zaman pra Islam telah
menunjukkan kemajuan yang luar biasa, tidak diragukan lagi ini merupakan
pelenyapan bukti sejarah yang akan menimbulkan suatu keraguan di
kemudian hari.
Gerakan
wahabi dimotori oleh para juru dakwah yang radikal dan ekstrim, mereka
menebarkan kebencian permusuhan dan didukung oleh keuangan yang cukup
besar. Mereka gemar menuduh golongan Islam yang tak sejalan dengan
mereka dengan tuduhan kafir, syirik dan ahli bid’ah. Itulah ucapan yang
selalu didengungkan di setiap kesempatan, mereka tak pernah mengakui
jasa para ulama Islam manapun kecuali kelompok mereka sendiri. Di negeri
kita ini mereka menaruh dendam dan kebencian mendalam kepada para Wali
Songo yang menyebarkan dan meng-Islam-kan penduduk negeri ini.
Mereka
mengatakan ajaran para wali itu masih kecampuran kemusyrikan Hindu dan
Budha, padahal para Wali itu telah meng-Islam-kan 90 % penduduk negeri
ini. Mampukah wahabi-wahabi itu meng-Islam-kan yang 10% sisanya?
Mempertahankan yang 90 % dari terkaman orang kafir saja tak bakal mampu,
apalagi mau menambah 10 % sisanya. Justru mereka dengan mudahnya
mengkafirkan orang-orang yang dengan nyata bertauhid kepada Allah SWT.
Jika bukan karena Rahmat Allah yang mentakdirkan para Wali Songo untuk
berdakwah ke negeri kita ini, tentu orang-orang yang menjadi corong kaum
wahabi itu masih berada dalam kepercayaan animisme, penyembah berhala
atau masih kafir. (Naudzu billah min dzalik).
Oleh karena
itu janganlah dipercaya kalau mereka mengaku-aku sebagai faham yang
hanya berpegang teguh pada Al-Qur’an dan As-Sunnah. Mereka berdalih
mengikuti keteladanan kaum salaf apalagi mengaku sebagai golongan yang
selamat dan sebagainya, itu semua omong kosong belaka. Mereka telah
menorehkan catatan hitam dalam sejarah dengan membantai ribuan orang di
Makkah dan Madinah serta daerah lain di wilayah Hijaz (yang sekarang
dinamakan Saudi). Tidakkah anda ketahui bahwa yang terbantai waktu itu
terdiri dari para ulama yang sholeh dan alim, bahkan anak-anak serta
balita pun mereka bantai di hadapan ibunya. Tragedi berdarah ini terjadi
sekitar tahun 1805. Semua itu mereka lakukan dengan dalih memberantas
bid’ah, padahal bukankah nama Saudi sendiri adalah suatu nama bid’ah”
Karena nama negeri Rasulullah SAW diganti dengan nama satu keluarga
kerajaan pendukung faham wahabi yaitu As-Sa’ud.
Sungguh Nabi
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam telah memberitakan akan datangnya Faham
Wahabi ini dalam beberapa hadits, ini merupakan tanda kenabian beliau
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dalam memberitakan sesuatu yang belum
terjadi. Seluruh hadits-hadits ini adalah shahih, sebagaimana terdapat
dalam kitab shahih BUKHARI & MUSLIM dan lainnya. Diantaranya:
“Fitnah itu datangnya dari sana, fitnah itu datangnya dari arah sana,”
sambil menunjuk ke arah timur (Najed). (HR. Muslim dalam Kitabul Fitan).
“Akan keluar
dari arah timur segolongan manusia yang membaca Al-Qur’an namun tidak
sampai melewati kerongkongan mereka (tidak sampai ke hati), mereka
keluar dari agama seperti anak panah keluar dari busurnya, mereka tidak
akan bisa kembali seperti anak panah yang tak akan kembali ketempatnya,
tanda-tanda mereka ialah bercukur (Gundul).” (HR Bukho-ri no 7123, Juz 6
hal 20748). Hadis ini juga diriwayatkan oleh Ahmad, Ibnu Majah, Abu
Daud, dan Ibnu Hibban.
Nabi
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah berdo’a: “Ya Allah, berikan kami
berkah dalam negara Syam dan Yaman,” Para sahabat berkata: Dan dari
Najed, wahai Rasulullah, beliau berdo’a: “Ya Allah, berikan kami berkah
dalam negara Syam dan Yaman,” dan pada yang ketiga kalinya beliau
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Di sana (Najed) akan ada
keguncangan fitnah serta di sana pula akan muncul tanduk syaitan.” Dalam
riwayat lain dua tanduk syaitan.
Dalam
hadits-hadits tersebut dijelaskan, bahwa tanda-tanda mereka adalah
bercukur (gundul). Dan ini adalah merupakan nash yang jelas ditujukan
kepada para penganut Muhammad bin Abdul Wahab, karena dia telah
memerintahkan setiap pengikutnya mencukur rambut kepalanya hingga mereka
yang mengikuti tidak diperbolehkan berpaling dari majlisnya sebelum
bercukur gundul. Hal seperti ini tidak pernah terjadi pada aliran-aliran
sesat lain sebelumnya. Seperti yang telah dikatakan oleh Sayyid
Abdurrahman Al-Ahdal: “Tidak perlu kita menulis buku untuk menolak
Muhammad bin Abdul Wahab, karena sudah cukup ditolak oleh hadits-hadits
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam itu sendiri yang telah
menegaskan bahwa tanda-tanda mereka adalah bercukur (gundul), karena
ahli bid’ah sebelumnya tidak pernah berbuat demikian.” Al-Allamah Sayyid
AIwi bin Ahmad bin Hasan bin Al-Quthub Abdullah AI-Haddad menyebutkan
dalam kitabnya Jala’uzh Zholam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh
Abbas bin Abdul Muthalib dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam: “Akan
keluar di abad kedua belas (setelah hijrah) nanti di lembah BANY HANIFAH
seorang lelaki, yang tingkahnya bagaikan sapi jantan (sombong),
lidahnya selalu menjilat bibirnya yang besar, pada zaman itu banyak
terjadi kekacauan, mereka menghalalkan harta kaum muslimin, diambil
untuk berdagang dan menghalalkan darah kaum muslimin” AI-Hadits.
BANY HANIFAH
adalah kaum nabi palsu Musailamah Al-Kadzdzab dan Muhammad bin Saud.
Kemudian dalam kitab tersebut Sayyid AIwi menyebutkan bahwa orang yang
tertipu ini tiada lain ialah Muhammad bin Abdul Wahab. Adapun mengenai
sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang mengisyaratkan bahwa akan
ada keguncangan dari arah timur (Najed) dan dua tanduk setan, sebagian,
ulama mengatakan bahwa yang dimaksud dengan dua tanduk setan itu tiada
lain adalah Musailamah Al-Kadzdzab dan Muhammad Ibn Abdil Wahab. Pendiri
ajaran Wahabiyah ini meninggal tahun 1206 H / 1792 M.
=====================================================================
Demikianlah sejarah wahabi yang bersumber dari rubrik Bayan, majalah bulanan Cahaya Nabawiy No. 33 Th. III Sya’ban 1426 H / September 2005 M. Sejarah diatas merujuk kepada kitab-kitab yang dapat dipertanggung-jawabkan, diantaranya Fitnatul Wahabiyah karya Sayyid Ahmad Zaini Dahlan, I’tirofatul Jasus AI-Injizy pengakuan Mr. Hempher, Daulah Utsmaniyah dan Khulashatul Kalam karya Sayyid Ahmad Zaini Dahlan, dan lain-lain.
Perlu diketahui bahwa untuk menutupi sejarah hitam mereka, wahabi memalsukan kitab Hasyiyah al-Shawi ‘ala Tafsir al-Jalalain
karya ulama terkemuka abad 12 Hijriah dan semasa dengan pendiri Wahhabi
yaitu al-Imam Ahmad bin Muhammad al-Shawi al-Maliki. Beliau berkata
dalam Hasyiyah ‘ala Tafsir al-Jalalain sebagai berikut:
هَذِهِ
اْلآَيَةُ نَزَلَتْ فِي الْخَوَارِجِ الَّذِيْنَ يُحَرِّفُوْنَ تَأْوِيْلَ
الْكِتَابِ وَالسُّنَّةِ وَيَسْتَحِلُّوْنَ بِذَلِكَ دِمَاءَ
الْمُسْلِمِيْنَ وَأَمْوَالَهُمْ كَمَا هُوَ مُشَاهَدٌ اْلآَنَ فِيْ
نَظَائِرِهِمْ وَهُمْ فِرْقَةٌ بِأَرْضِ الْحِجَازِ يُقَالُ لَهُمُ
الْوَهَّابِيَّةُ يَحْسَبُوْنَ أَنَّهُمْ عَلىَ شَيْءٍ أَلاَ إِنَّهُمْ
هُمُ الْكَاذِبُوْنَ. (حاشية الصاوي على تفسير الجلالين، ٣/٣٠٧).
“Ayat ini turun mengenai orang-orang Khawarij, yaitu mereka yang mendistorsi
penafsiran al-Qur’an dan Sunnah, dan oleh sebab itu mereka menghalalkan
darah dan harta benda kaum Muslimin SEBAGAIMANA YANG TERJADI DEWASA INI
PADA GOLONGAN MEREKA, YAITU KELOMPOK DI NEGERI HIJAZ YANG DISEBUT
DENGAN ALIRAN WAHHABIYAH, mereka menyangka
bahwa mereka akan memperoleh sesuatu (manfaat), padahal merekalah
orang-orang pendusta.” (Hasyiyah al-Shawi ‘ala Tafsir al-Jalalain, juz
3, hal. 307).
Keterangan al-Imam Ahmad bin Muhammad al-Shawi al-Maliki diatas senada
dengan apa yang dikatakan oleh ulama madzhab Hanafi, al-Imam Muhammad
Amin Afandi yang populer dengan sebutan Ibn Abidin. Beliau berkata dalam
kitabnya, Hasyiyah Radd al-Muhtar sebagai berikut:
“مَطْلَبٌ فِي أَتْبَاعِ مُحَمَّدِ بْنِ عَبْدِ الْوَهَّابِ الْخَوَارِجِ
فِيْ زَمَانِنَا :كَمَا وَقَعَ فِيْ زَمَانِنَافِيْ أَتْبَاعِ ابْنِ عَبْدِ
الْوَهَّابِ الَّذِيْنَ خَرَجُوْا مِنْ نَجْدٍ وَتَغَلَّبُوْا عَلَى
الْحَرَمَيْنِ وَكَانُوْايَنْتَحِلُوْنَ مَذْهَبَ الْحَنَابِلَةِ
لَكِنَّهُمْ اِعْتَقَدُوْا أَنَّهُمْ هُمُ الْمُسْلِمُوْنَ وَأَنَّ مَنْ
خَالَفَاعْتِقَادَهُمْ مُشْرِكُوْنَ وَاسْتَبَاحُوْا بِذَلِكَ قَتْلَ
أَهْلِ السُّنَّةِ وَقَتْلَ عُلَمَائِهِمْ حَتَى كَسَرَ اللهُشَوْكَتَهُمْ
وَخَرَبَ بِلاَدَهُمْ وَظَفِرَ بِهِمْ عَسَاكِرُ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَ
ثَلاَثٍ وَثَلاَثِيْنَ وَمِائَتَيْنِ وَأَلْفٍ.” اهـ (ابن عابدين، حاشية رد
المحتار، ٤/٢٦٢).
“Keterangan tentang pengikut Muhammad
bin Abdul Wahhab, KAUM KHAWARIJ PADA MASA KITA. Sebagaimana terjadi pada
masa kita, pada pengikut Ibn Abdil Wahhab yang keluar dari Najd dan
berupaya keras menguasai dua tanah suci. Mereka mengikuti madzhab
Hanabilah. Akan tetapi mereka meyakini bahwa mereka saja kaum Muslimin,
sedangkan orang yang berbeda dengan keyakinan mereka adalah orang-orang
musyrik. Dan oleh sebab itu mereka menghalalkan membunuh Ahlussunnah dan
para ulamanya sampai akhirnya Allah memecah kekuatan mereka, merusak
negeri mereka dan dikuasai oleh tentara kaum Muslimin pada tahun 1233
H.” (Ibn Abidin, Hasyiyah Radd al-Muhtar ‘ala al-Durr al-Mukhtar, juz 4,
hal. 262).
Perubahan kitab oleh wahabi bukan hanya
terhadap kitab karya al-Imam Ahmad bin Muhammad al-Shawi al-Maliki
diatas, namun terjadi juga terhadap puluhan kitab ulama lainnya,
silahkan lihat
disini .
Terhadap fenomena ini Syaikh Idahram telah menulis sebuah buku yang
berjudul “Mereka Memalsukan Kitab-Kitab Karya Ulama Klasik” , dan sampai
saat ini wahabi tidak mampu membantah buku ini, justru menuduh
penulisnya sebagai syiah dan menyebut buku syaikh idahram sebagai buku
fitnah.
Jika memang buku Syaikh idahram adalah fitnah tentulah mereka akan mampu
membantahnya dengan mengeluarkan buku bantahan, bahkan harusnya mereka
hadir dalam Halaqah Nasional Kyai Pondok Pesantren Ahlussunnah Wal
Jama’ah I di Ponpes Al-Qur’an Al Falah Bandung Jawa Barat, 30 Muharram -
01 Shafar 1434 H/14-15 Desember 2012 silam yang salah satu temanya
membahas perubahan kitab ulama klasik, faktanya mereka tidak hadir pada
acara tersebut.
Bukan hanya dengan merubah kitab wahabi ingin menyembunyikan sejarah
hitam mereka, namun juga dengan menciptakan dongeng yang mengisahkan
bahwa yang dimaksud wahabi adalah ajaran seorang yang bernama Abdul
Wahhab bin Abdirrahman bin Rustum. Tentulah ini menjadi pertanyaan bagi
kita, jika yang dimaksud wahabi adalah ajaran Abdul Wahhab bin
Abdirrahman bin Rustum mengapa wahabi repot-repot merubah kitab
Hasyiyah al-Shawi ‘ala Tafsir al-Jalalain diatas?, untuk mengetahui
dongeng wahabi tersebut sekaligus bantahannya silahkan baca
“Dongeng Popular Wahhabiyah rustumiyyah”.
Saya akhiri tulisan ini dengan kisah Imam Ash-shon’aani al-Yamani yang menarik kembali pujian beliau kepada Muhammad bin Abdul wahhab setelah beliau mengetahui hakikat ajarannya.
Awalnya Imam Ash-shon’aani al-Yamani sempat memuji dakwah Muhammad bin
Abdul wahhab, sehingga belaiu membuat syair pujian berikut :
سلام على نجد ومن حل في نجد : وإن كان تسليمي على البعد لا يجدي
Salamku untuk Najd dan siapa saja yang tinggal sana
Walaupun salamku dari kejauhan belum mencukupinya.
Lama tak mendapat jawaban, hingga beberapa orang dari ulama Najd
mendatangi beliau dan menceritakan hakekat ajaran Muhammad bin Abdul
wahhab, maka beliau meruju’ / mencabut kembali pujiannya itu. Padahal
qosidah beliau telah menyebar ke sluruh negri.
Akhirnya beliau mencabut pujianya itu dan membuat pujian tentang
ruju’nya beliau dr pujian kpd Muhammad bin Abdul wahhab. Dan membuat
syarahnya di dalam kitabnya
“ Irsyadu Dzail albab ila haqiqati aqwal Ibn Abdil Wahhab “.
Qosdidah ruju’ beliau sangat terkenal di kalangan santri Yaman, di antra bait ruju’ beliau adalah :
رجعت عن القول الذي قلت في النجدي :::::: فقد صح لي فيه خلاف الذي عندي
ظننت به خيرا وقلت عسى عسى ::::::::: نجد ناصحا يهدي الأنام ويستهدي
فقد خاب فيه الظن لا خاب نصحنا ::::::::: وما كل ظن للحقائق لي مهدي
وقد جاءنا من أرضه الشيخ مربد :::::::::: فحقق من أحواله كل ما يبدي
وقد جاء من تأليفه برسائل :::::::::::::: يكفر أهل الأرض فيها على عمد
ولفق في تكفيرهم كل حجة :::::::::::::: تراها كبيت العنكبوت لمن يهدي
تجارى على إجرا دما كل مسلم ::::::::::::: مصل مزك لا يحول عن العهد
وقد جاءنا عن ربنا في ( براءة ) ::::::::::::: براءتهم عن كل كفر وعن جحد
وإخواننا سماهم الله فاستمع :::::::::::::: لقول الإله الواحد الصمد الفرد
وقد قال خير المرسلين نهيت عن ::::::::::::: فما باله لا ينتهي الرجل النجدي
وقال لهم : لا ما أقاموا الصلاة في ::::::::::::: أناس أتوا كل القبائح عن قصد
أبن لي ، أبن لي لم سفكت دماءهم ؟ :::::::: ولم ذا نهبت المال قصدا على عمد ؟
وقد عصموا هذا وهذا بقول لا :::::::::::::: إله سوى الله المهيمن ذي المجد
“ Aku menarik kembali pujianku terhadap Muhammad bin Abdul wahhab An-Najdi
Sungguh telah benar kekliruan pujiannku terhdapnya.
Aku mnyangkka baik padanya, dan aku berdoa semoga, semoga Najd kita member petunjuk pada manusia.
Tapi persangkaanku salah, bukan nasehatku yg salah. Telah dating kepadaku dari Najd syaikh Marbad.
Dan mnjlskan hakekat ajaran muhammad An-Najdi.
Di dalm
kitab-kitabnya ia telah banyak emgkafirkan penduduk bumi dengan sengaja.
Dan seterusnya……